Kamis, 31 Desember 2015

Sejarah dan Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi

dari : 123newyear.com
  Setiap tahun kita menyaksikan perayaan besar yang rutin dilakukan oleh masyarakat di seluruh dunia yaitu perayaan tahun baru. Perayaan yang dibuat secara meriah dan tentu saja tidak murah. Malam tahun baru sering dihiasi dengan berbagai hiburan yang menarik dan sayang untuk dilewatkan. Kaum muda-mudi tumpah ruah di jalanan, berkumpul di pusat kota menunggu pukul 00:00, yang seolah-olah sayang untuk dilewatkan. Pada saat lonceng tengah malam berbunyi, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan dan orang-orang meneriakkan “Selamat Tahun Baru.” Tidak saja di Eropa dan Amerika, masyarakat kita juga sibuk dan sangat menantikan malam pergantian tahun tersebut.
  Sebenarnya perayaan tahun baru masehi memiliki sejarah panjang. Banyak diantara orang-orang yang ikut merayakan hari itu tidak mengetahui kapan pertama kali acara tersebut diadakan dan latar belakang mengapa hari itu dirayakan.

Sejarah Perayaan Tahun Baru Masehi
  Sejak abad ke-7 SM bangsa Romawi kuno telah memiliki kalender tradisional. Namun kalender ini sangat kacau dan mengalami beberapa kali perubahan. Sistem kalender ini dibuat berdasarkan pengamatan terhadap munculnya bulan dan matahari, dan menempatkan bulan Martius (Maret) sebagai awal tahunnya.
  Pada tahun 45 SM, Julius Caesar mengganti kalender tradisional ini dengan kalender Julian. Urutan bulan menjadi: Januarius, Februarius, Martius, Aprilis, Maius, Iunius, Quintilis, Sextilis, September, October, November, December. Di tahun 44 SM, Julius Caesar mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius (Juli).
  Sementara penerus Julius Caesar, yaitu Kaisar Augustus mengganti nama bulan Sextilis dengan nama bulan Augustus. Kalender Julian ini kemudian digunakan secara resmi di seluruh Eropa hingga tahun 1582 M. Pada saat itu muncul kalender Gregorian.
  Januarius dipilih sebagai bulan pertama, karena dua alasan. Pertama, diambil dari nama dewa Romawi “Janus” yaitu dewa bermuka dua, satu muka ke depan, dan satu muka lagi ke belakang. Dewa Janus adalah dewa penjaga gerbang Olympus, sehingga diartikan sebagai gerbang menuju tahun baru. Kedua, karena 1 Januari jatuh pada puncak musim dingin. Di saat itu biasanya pemilihan konsul diadakan, karena semua aktivitas umumnya diliburkan. Di bulan Februari, konsul yang terpilih dapat diberkati dalam upacara menyambut musim semi yang artinya menyambut hal yang baru. Sejak saat itu, tahun baru orang Romawi tidak lagi dirayakan pada 1 Maret, tapi pada 1 Januari.
  Orang Romawi merayakan tahun baru dengan cara saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Dewa Janus. Mereka juga mempersembahkan hadiah kepada Kaisar.
  Saat ini, tahun baru 1 Januari telah dijadikan sebagai salah satu hari suci umat Kristiani. Namun kenyataannya, tahun baru telah lama menjadi tradisi sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur umum nasional untuk semua warga dunia.
  Pada mulanya perayaan ini dirayakan oleh orang yahudi yang dihitung sejak bulan baru pada akhir September. Selanjutnya menurut Kalender Julianus, tahun Romawi dimulai pada tanggal 1 Maret. Paus Gregorius XIII mengubahnya menjadi 1 Januari pada tahun 1582 dan hingga kini seluruh dunia merayakannya pada tanggal tersebut.
  Bagi orang Kristiani yang mayoritas menghuni benua Eropa, tahun baru masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih, sehingga agama Kristen sering disebut agama Masehi. Masa sebelum Yesus lahir disebut tahun Sebelum Masehi (SM) dan sesudah Yesus lahir disebut tahun Masehi.

Beberapa Alasan Umat Islam Dilarang Merayakan Tahun Baru Masehi
  Fakta diatas menyimpulkan bahwa perayaan tahun baru sama sekali tidak berasal dari budaya umat Islam. Pesta tahun baru pertama kali dirayakan orang kafir, yang notabene masyarakat paganis Romawi. Acara ini terus dirayakan oleh masyarakat modern dewasa ini, kebanyakan dari mereka tidak mengetahui bahwa ritual pagan adalah latar belakang diadakannya acara ini. Mereka menyemarakkannya dengan berbagai macam permainan, menikmati indahnya langit dengan semarak cahaya kembang api dsb. Turut merayakan tahun baru statusnya sama dengan merayakan hari raya orang kafir. Dan ini hukumnya terlarang. Diantara alasan pernyataan ini adalah:

1.      Turut merayakan tahun baru sama dengan meniru kebiasaan mereka. Nabi SAW melarang kita untuk meniru kebiasaan orang jelek, termasuk orang kafir. Beliau bersabda:
Siapa yang meniru kebiasaan satu kaum, maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut(HR. Abu Daud).
Abdullah bin Amr bin Ash mengatakan, “Siapa yang tinggal di negeri kafir, ikut merayakan Nairuz dan Mihrajan (hari raya orang Majusi), dan meniru kebiasaan mereka, maka sampai mati dia menjadi orang yang rugi pada hari kiamat.”

2.     Mengikuti hari raya mereka termasuk bentuk loyalitas dan menampakkan rasa cinta kepada mereka. Padahal Allah melarang kita untuk menjadikan mereka sebagai teman setia dan menampakkan cinta kasih kepada mereka. Allah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (rahasia) karena rasa kasih sayang, padahal sesungguhnya mereka lebih ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu... (QS. Al-Mumtahanah : 1).

3.   Hari raya merupakan bagian dari agama dan doktrin keyakinan, bukan semata perkara dunia dan hiburan. Ketika Nabi SAW datang di kota Madinah, penduduk kota tersebut merayakan dua hari raya, Nairuz dan Mihrajan. Beliau pernah bersabda di hadapan penduduk Madinah,
Saya mendatangi kalian dan kalian memiliki dua hari raya yang kalian jadikan sebagai waktu untuk bermain. Padahal Allah telah menggantikan dua hari raya terbaik untuk kalian, Idul Fitri dan Idul Adha. (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Nasa’i).
Perayaan Nairuz dan Mihrajan yang dirayakan penduduk Madinah isinya hanya bermain-main dan makan-makan. Sama sekali tak ada unsur ritual sebagaimana yang dilakukan orang Majusi, yang memprakarsai dua perayaan ini. Namun mengingat dua hari tersebut adalah perayaan orang kafir, Nabi SAW melarangnya. Sebagai gantinya, Allah berikan dua hari raya terbaik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.
Dengan demikian, turut bergembira dengan perayaan orang kafir, meskipun hanya bermain-main, tanpa mengikuti ritual keagamaannya, termasuk perbuatan yang telarang, karena termasuk turut mensukseskan acara mereka.

4.      Allah berfirman menceritakan keadaan ‘ibadur rahman (hamba Allah yang pilihan) sebagai berikut:
Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (QS. Al-Furqan : 72).
Dalam ayat tersebut terdapat kata al-Zur (perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah). Menurut ulama tafsir, maksudnya adalah perayaan-perayaan orang kafir (Ibn Katsir, 6/130). Jelas dari ayat ini Allah melarang kaum muslimin menghadiri perayaan kaum musyrikin.

5.       Hadits shahih Bukhari dan Muslim berikut ini, Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
Sesungguhnya bagi kaum (agama) ada perayaannya dan hari ini (Idul Adha) adalah perayaan kita.
Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan maksud hadits tersebut bahwa dilarang melahirkan rasa gembira pada perayaan kaum musyrikin dan meniru mereka (dalam perayaan). (Fathul Bari, 3/371).

6.    Perayaan tahun baru identik dengan terompet. Bahkan meniup terompet dianggap sebagai perayaan yang paling sederhana menyambut tahun baru. Selain harganya murah, juga mudah dilakukan. Tapi tahukah kita bahwa meniup terompet adalah kebiasaan Yahudi, sehingga ketika ada sahabat mengusulkan meniup terompet sebagai tanda masuknya shalat, Rasulullah SAW bersabda,
Membunyikan terompet adalah perilaku orang-orang Yahudi. (HR. Abu Daud).

7.     Merayakan tahun baru, khususnya dengan acara musik dan pesta kembang api serta acara sejenisnya pasti membutuhkan dana yang tidak sedikit. Hal ini termasuk bentuk pemborosan yang dibenci Allah. Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya Allah membenci tiga hal pada kalian; kabar burung, membuang-buang harta, dan banyak bertanya. (HR. Bukhari).

8.   Salah satu bentuk perayaan tahun baru yang paling umum adalah menunggu detik-detik pergantian tahun, yakni tepat pukul 00:00. Dengan demikian, orang-orang yang merayakan tahun baru senantiasa begadang hingga dini hari. Begadang yang tidak memiliki kemaslahatan merupakan salah satu hal yang dibenci Rasulullah. Jika tidak ada keperluan penting, Rasulullah biasa tidur di awal malam.
Nabi SAW membenci tidur sebelum Isya’ dan ngobrol setelah Isya’. (HR. Bukhari).

9.     Sering kali, karena begadang sepanjang malam dan baru tidur menjelang fajar, orang yang merayakan tahun baru meninggalkan shalat Subuh. Bahkan terkadang shalat Isya’ juga tidak dihiraukan karena acara perayaan sudah dimulai sejak petang. Meninggalkan shalat adalah salah satu dosa besar, bahkan bisa menjerumuskan seseorang kedalam kekufuran.

10. Merayakan tahun baru dengan berbagai bentuk aktivitasnya, apalagi hura-hura adalah termasuk menyia-nyiakan waktu. Padahal dalam Islam, waktu sangatlah berharga sehingga Allah bersumpah demi waktu. Dan di akhirat nanti, seseorang juga tidak bisa beranjak dari tempatnya hingga ditanya waktunya untuk apa dihabiskan. Imam Syafi’i membuat kesimpulan yang sangat tepat terkait dengan waktu: “Jka dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil).”

11. Perayaan tahun baru umumnya tidak memisahkan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Sehingga terjadilah ikhtilath yang luar biasa. Bersentuhan lawan jenis menjadi tidak terelakkan, bahkan memang disengaja.
Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya. (HR. Thabrani).

12.   Perayaan tahun baru dengan musik dan acara sejenis, kadang juga disertai dengan hal yang jelas-jelas haram, seperti minuman keras. Jika ini yang dilakukan tentu dosanya semakin banyak.

13. Termasuk hal yang paling parah dalam perayaan tahun baru adalah terjerumus zina. Ini bukan kekhawatiran semata, karena faktanya banyak berita yang melaporkan pembelian kondom meningkat menjelang tahun baru dan paginya di tanggal 1 Januari ditemukan banyak kondom bekas di lokasi perayaan tahun baru. Ada yang berzina karena memang sudah direncanakan dari awal. Namun ada juga perempuan yang terjerumus ke dalam zina saat perayaan tahun baru karena dimulai dari ikhtilath dan mengkonsumsi minuman keras hingga mabuk.

14.  Topi tahun baru yang berbentuk kerucut ternyata adalah topi dengan bentuk yang disebut Sanbenito, yakni topi yang digunakan Muslim Andalusia untuk menandai bahwa mereka sudah murtad dibawah penindasan Gereja Katholik Roma yang menerapkan inkuisisi Spanyol. Kini, 6 abad setelah peristiwa yang sangat sadis tersebut berlalu, para remaja muslim, anak-anak muslim justru memakai topi Sanbenito untuk merayakan tahun baru masehi dan merayakan ulang tahun. Sungguh ironis.


Sumber : lampuislam.org, atjehcyber.net, voa-islam.com dan berbagai sumber   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar