Sepasang anak muda duduk berdekatan di dalam kereta api. Mereka dari
tadi memandangi dengan iba ayah dan anaknya yang duduk di depannya. Mereka
merasa kasihan dengan sang ayah, saat melihat seorang ayah yang dengan antusias
menjawab semua pertanyaan anaknya yang sudah berusia 25 tahun. Sang anak yang
harusnya sudah dewasa itu, justru bertingkah dan bertanya seperti anak-anak.
Suatu kali ia bertanya tentang
segala hal, “Ayah, itu apa?”
Ayahnya dengan senyum menjawab,
“Itu awan, anakku.”
Sang anak terus saja bertanya,
“Ayah, sepertinya awan-awan itu terus saja menjauhi kita?”
Melihat pemandangan seperti itu, sepasang pemuda yang dari tadi
memperhatikan keduanya itu tak tahan untuk bertanya kepada sang ayah tadi,
“Pak, kenapa Anda tidak membawa putra Anda ke dokter untuk diperiksa?”
Ayah tersebut dengan senyum
menjawab, “Sudah saya bawa ke rumah sakit. Dan ini sebenarnya kami baru saja
dari rumah sakit. Sebenarnya anak saya buta sejak kecil. Dia baru bisa melihat
hari ini.”
Kawanku, betapa seringnya kita menjustifikasi orang yang dalam pandangan
kita ‘tak umum’. Kita dengan mudahnya menganggap orang-orang yang berperilaku,
berpendapat, berpemikiran beda dengan kita sebagai orang yang salah, tak
normal, dan kita meremehkannya.
Uniknya, Islam dengan sangat baik menggambarkan ini. Bahkan jika kita
membaca Kitab Suci, ternyata dari 6000-an ayat al-Qur’an, hanya sekitar ratusan
saja yang membahas hukum, juga hanya ratusan yang bicara ibadah dan muamalah.
Selebihnya membahas tentang sejarah dan kisah-kisah. Mengapa? Wallahu a’lam,
mungkin al-Qur’an hendak mengajarkan pada kita untuk memperbanyak mengambil
hikmah dibandingkan mengadili sesama. Isilah hidup dengan memperbanyak
mengambil pelajaran dan memahami, bukan justru dengan memvonis dan menghakimi.
Yang harus kita ingat, bahwa setiap manusia di muka bumi ini memiliki
kisahnya masing-masing. Mereka memiliki pandangan dan tingkat kecerdasan yang
dipengaruhi oleh banyak hal. Maka sungguh, mengadili manusia dengan cara
menyamakan dan membandingkannya dari kacamata pribadi kita, tentulah sebuah
tindakan yang kurang bijak.
Hendaknya kita meluaskan cakrawala hidup. Tiap orang butuh untuk kita
pahami, mengerti, dan kita dengarkan. Tugas kita adalah meninggikan antusiasme
dalam diri, bukan hanya kepada orang yang menurut kita lebih, tapi kepada orang
yang menurut kita kurang.
Dalam pribadi harus ditumbuhkan cinta. Karena dengan cinta, kita akan
menjadi pribadi yang kacamata pemahaman hidupnya tak hanya hitam putih. Dalam
jiwa yang sudah bertabur cinta, jiwanya akan jernih, sehingga ia mampu
memandang manusia yang berbeda dengan dirinya sebagai pribadi yang butuh
dicintai.
Jadilah pribadi yang penuh cinta, karena sungguh hanya pribadi yang mau
memahami dan mengerti orang lainlah yang bisa melihat dunia ini dengan beragam
warna. Mereka tak mudah menyalahkan sesama, serta dengan mudah menghukumi
salah. Karena baginya, tak ada yang namanya orang salah. Yang ada hanyalah
orang yang belum menemukan kebenaran. Baginya, tak ada orang yang jahat, yang
ada hanyalah orang yang belum menemukan hidayah. Tak ada orang buruk, yang ada
hanyalah orang yang belum menemukan cahaya.
Sumber : My Life My Adventure /
Karya: Ahmad Rifa’i Rif’an
Tidak ada komentar:
Posting Komentar