Kamis, 10 Desember 2015

Perbaiki Kacamata Hidupmu

  Sepasang anak muda duduk berdekatan di dalam kereta api. Mereka dari tadi memandangi dengan iba ayah dan anaknya yang duduk di depannya. Mereka merasa kasihan dengan sang ayah, saat melihat seorang ayah yang dengan antusias menjawab semua pertanyaan anaknya yang sudah berusia 25 tahun. Sang anak yang harusnya sudah dewasa itu, justru bertingkah dan bertanya seperti anak-anak.
Suatu kali ia bertanya tentang segala hal, “Ayah, itu apa?”
Ayahnya dengan senyum menjawab, “Itu awan, anakku.”
Sang anak terus saja bertanya, “Ayah, sepertinya awan-awan itu terus saja menjauhi kita?”
  Melihat pemandangan seperti itu, sepasang pemuda yang dari tadi memperhatikan keduanya itu tak tahan untuk bertanya kepada sang ayah tadi, “Pak, kenapa Anda tidak membawa putra Anda ke dokter untuk diperiksa?”
Ayah tersebut dengan senyum menjawab, “Sudah saya bawa ke rumah sakit. Dan ini sebenarnya kami baru saja dari rumah sakit. Sebenarnya anak saya buta sejak kecil. Dia baru bisa melihat hari ini.”
  Kawanku, betapa seringnya kita menjustifikasi orang yang dalam pandangan kita ‘tak umum’. Kita dengan mudahnya menganggap orang-orang yang berperilaku, berpendapat, berpemikiran beda dengan kita sebagai orang yang salah, tak normal, dan kita meremehkannya.
  Uniknya, Islam dengan sangat baik menggambarkan ini. Bahkan jika kita membaca Kitab Suci, ternyata dari 6000-an ayat al-Qur’an, hanya sekitar ratusan saja yang membahas hukum, juga hanya ratusan yang bicara ibadah dan muamalah. Selebihnya membahas tentang sejarah dan kisah-kisah. Mengapa? Wallahu a’lam, mungkin al-Qur’an hendak mengajarkan pada kita untuk memperbanyak mengambil hikmah dibandingkan mengadili sesama. Isilah hidup dengan memperbanyak mengambil pelajaran dan memahami, bukan justru dengan memvonis dan menghakimi.
  Yang harus kita ingat, bahwa setiap manusia di muka bumi ini memiliki kisahnya masing-masing. Mereka memiliki pandangan dan tingkat kecerdasan yang dipengaruhi oleh banyak hal. Maka sungguh, mengadili manusia dengan cara menyamakan dan membandingkannya dari kacamata pribadi kita, tentulah sebuah tindakan yang kurang bijak.
  Hendaknya kita meluaskan cakrawala hidup. Tiap orang butuh untuk kita pahami, mengerti, dan kita dengarkan. Tugas kita adalah meninggikan antusiasme dalam diri, bukan hanya kepada orang yang menurut kita lebih, tapi kepada orang yang menurut kita kurang.
  Dalam pribadi harus ditumbuhkan cinta. Karena dengan cinta, kita akan menjadi pribadi yang kacamata pemahaman hidupnya tak hanya hitam putih. Dalam jiwa yang sudah bertabur cinta, jiwanya akan jernih, sehingga ia mampu memandang manusia yang berbeda dengan dirinya sebagai pribadi yang butuh dicintai.
  Jadilah pribadi yang penuh cinta, karena sungguh hanya pribadi yang mau memahami dan mengerti orang lainlah yang bisa melihat dunia ini dengan beragam warna. Mereka tak mudah menyalahkan sesama, serta dengan mudah menghukumi salah. Karena baginya, tak ada yang namanya orang salah. Yang ada hanyalah orang yang belum menemukan kebenaran. Baginya, tak ada orang yang jahat, yang ada hanyalah orang yang belum menemukan hidayah. Tak ada orang buruk, yang ada hanyalah orang yang belum menemukan cahaya.


Sumber : My Life My Adventure / Karya: Ahmad Rifa’i Rif’an 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar