Senin, 07 Desember 2015

Bekerjalah, Dan Raihlah Harta yang Halal Saja (Bag.2-habis)

  Anda sudah tahu betapa mulianya bekerja itu. Dan betapa terhormatnya kedudukan orang yang mau bekerja, mau menjemput rezeki Allah. Dan anda juga sudah mengerti betapa mulianya derajat rezeki yang halal di mata Allah. Apapun jenis pekerjaan anda asalkan halal, Allah pasti menghargainya. Yang penting dari keringat dan jerih payah anda sendiri. Yang penting anda tidak mengemis. Simak sabda Rasulullah berikut yang diriwayatkan Imam Bukhari,

Tidak ada yang lebih baik bagi seseorang yang memakan makanan, selain memakan dari hasil kerja kedua tangannya. Sungguh nabi Allah, Daud, makan dari hasil kedua tangannya.

  Sesungguhnya hadits di atas mengatakan bahwa cara yang paling terpuji untuk menjemput rezeki adalah melalui pekerjaan tangan, melalui jerih payah sendiri. Bahkan nabi Daud AS menjemput rezeki dengan membuat baju besi kemudian menjualnya. Dan nabi Zakariya AS menjemput rezeki dengan menjadi tukang kayu. Zakariya AS adalah nabi yang mulia. Dialah yang memelihara ibunda Nabi Isa AS, Maryam. Orang semulia beliau, untuk menghidupi diri dan keluarganya, ternyata tidak gengsi menjadi tukang kayu.
  Pada kenyataannya, Nabi Muhammad SAW mencari nafkah dengan kedua tangannya. Beliau melakukan perdagangan kemana-mana. Dalam sebuah riwayat Imam Bukhari, suatu ketika beliau bersabda, “Allah tidak mengutus para nabi, melainkan dia adalah seorang penggembala domba.”
Para sahabat bertanya, “Termasuk engkau wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Ya, aku dulu seorang penggembala domba orang-orang Makkah dan diberi imbalan beberapa qararit (yaitu lempengan-lempengan tembaga yang sedikit jumlahnya).”
Rasulullah saja tidak malu mengatakan pada para sahabatnya, bahwa beliau dulunya seorang penggembala yang bergaji sedikit.
  Sekarang mungkin anda sudah yakin dengan kemuliaan bekerja. Dan setelah yakin yang perlu anda ingat kembali adalah tentang kehalalan rezeki sebagai hasil dari pekerjaan anda. Dalam hal ini ada 2 aspek; pertama, berkaitan dengan proses pencarian rezeki yang halal, dan itu berarti soal pekerjaan anda. Yang kedua, memastikan pembelanjaannya hanya untuk barang-barang yang halal saja, sehingga apa yang dimakan, diminum, dan dipakai itu suci.
  Ketahuilah, Rasulullah itu sangat berhati-hati terhadap apa yang beliau makan. Beliau selalu memastikan bahwa setiap bulir makanannya itu halal 100%. Simaklah sabdanya,

Kadang-kadang aku pulang ke keluargaku di rumah, dan aku menemukan sebiji buah kurma terjatuh ke atas tempat tidurku, maka aku mengambilnya untuk kumakan, akan tetapi kemudian aku takut mungkin itu dari sedekah, maka aku lempar buah itu. (HR. Bukhari-Muslim)

  Dalam kesempatan lain, beliau tidak dapat tidur semalaman, miring kesana kemari. Sehingga istrinya bertanya,

“Wahai Rasulullah, mengapa engkau terjaga semalaman, miring kesana-sini?”
Beliau menjawab, “Aku menemukan sebiji buah kurma di tempat tidur ini tadi malam dan memakannya. Kemudian aku teringat bahwa kita memiliki (di rumah kita) beberapa biji buah kurma untuk disedekahkan. Maka aku takut bahwa kurma yang aku makan itu adalah salah satu dari kurma-kurma yang akan kita sedekahkan itu.” (HR. Ahmad)

  Subhanallah! Rasulullah memakan sebuah kurma di tempat tidurnya sendiri, miliknya sendiri, hanya saja beliau takut bahwa kurma yang dimakannya itu termasuk dari gerombolan kurmanya yang sudah diniatkannya untuk disedekahkan pada fakir-miskin. Dan hal itu membuat beliau tidak bisa tidur semalaman. Beliau takut kalau-kalau kurma yang dimakannya itu “tidak halal” karena sesungguhnya telah menjadi hak kaum fakir-miskin. Hal itu menegaskan betapa pentingnya kehati-hatian untuk memakan rezeki yang benar-benar halal.
  Para sahabat juga berhati-hati sekali dalam menjemput rezeki Allah. Suatu ketika seorang pelayan Abu Bakar datang membawa banyak makanan dan Abu Bakar memakannya. Pelayan itu kemudian bertanya,
“Apakah anda tahu dari mana makanan ini berasal?”
Beliau balik bertanya, “Dari mana?”
Pelayan itu menjawab, “Pada zaman jahiliyah aku meramal nasib orang, padahal aku bukan peramal (ahli nujum), aku melakukannya untuk menipu orang lain. Jadi aku dibayar dan diberi makanan yang kaumakan!”
  Mendengar hal itu, Abu Bakar langsung memasukan tangannya ke mulut dan memuntahkan makanan itu dengan paksa hingga habis tak bersisa.
  Peristiwa serupa terjadi pada Umar bin Khaththab. Pagi itu ia diberi susu oleh pelayannya yang kemudian diketahui bahwa susu itu berasal dari unta yang akan disedekahkan. Umar pun mati-matian memuntahkan susu yang telah diminumnya.
  Sesungguhnya yang dijelaskan diatas menunjukkan betapa pentingnya menjemput rezeki (bekerja) yang halal dan membelanjakan hasil kerja itu dengan halal pula. Semuanya menunjukkan betapa pentingnya memakan harta halal. Karena dengannya ridha Allah bisa turun, do’a bisa makbul, dan rezeki semakin berkah nan melimpah. Amin.


Sumber : Rasulullah’s Business School / Karya: Kang Monif, PHD & Prof. Laode, PHD





Tidak ada komentar:

Posting Komentar