Anda sudah tahu betapa mulianya
bekerja itu. Dan betapa terhormatnya kedudukan orang yang mau bekerja, mau
menjemput rezeki Allah. Dan anda juga sudah mengerti betapa mulianya derajat
rezeki yang halal di mata Allah. Apapun jenis pekerjaan anda asalkan halal,
Allah pasti menghargainya. Yang penting dari keringat dan jerih payah anda
sendiri. Yang penting anda tidak mengemis. Simak sabda Rasulullah berikut yang
diriwayatkan Imam Bukhari,
Tidak ada yang lebih baik bagi seseorang yang memakan makanan, selain memakan
dari hasil kerja kedua tangannya. Sungguh nabi Allah, Daud, makan dari hasil
kedua tangannya.
Sesungguhnya hadits di atas mengatakan bahwa cara yang paling terpuji
untuk menjemput rezeki adalah melalui pekerjaan tangan, melalui jerih payah
sendiri. Bahkan nabi Daud AS menjemput rezeki dengan membuat baju besi kemudian
menjualnya. Dan nabi Zakariya AS menjemput rezeki dengan menjadi tukang kayu.
Zakariya AS adalah nabi yang mulia. Dialah yang memelihara ibunda Nabi Isa AS,
Maryam. Orang semulia beliau, untuk menghidupi diri dan keluarganya, ternyata
tidak gengsi menjadi tukang kayu.
Pada kenyataannya, Nabi Muhammad SAW mencari nafkah dengan kedua
tangannya. Beliau melakukan perdagangan kemana-mana. Dalam sebuah riwayat Imam
Bukhari, suatu ketika beliau bersabda, “Allah tidak mengutus para nabi,
melainkan dia adalah seorang penggembala domba.”
Para sahabat bertanya, “Termasuk
engkau wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Ya, aku dulu
seorang penggembala domba orang-orang Makkah dan diberi imbalan beberapa qararit (yaitu lempengan-lempengan
tembaga yang sedikit jumlahnya).”
Rasulullah saja tidak malu mengatakan
pada para sahabatnya, bahwa beliau dulunya seorang penggembala yang bergaji
sedikit.
Sekarang mungkin anda sudah yakin dengan kemuliaan bekerja. Dan setelah
yakin yang perlu anda ingat kembali adalah tentang kehalalan rezeki sebagai
hasil dari pekerjaan anda. Dalam hal ini ada 2 aspek; pertama, berkaitan dengan
proses pencarian rezeki yang halal, dan itu berarti soal pekerjaan anda. Yang
kedua, memastikan pembelanjaannya hanya untuk barang-barang yang halal saja,
sehingga apa yang dimakan, diminum, dan dipakai itu suci.
Ketahuilah, Rasulullah itu sangat berhati-hati terhadap apa yang beliau
makan. Beliau selalu memastikan bahwa setiap bulir makanannya itu halal 100%.
Simaklah sabdanya,
Kadang-kadang aku pulang ke keluargaku di rumah, dan aku menemukan
sebiji buah kurma terjatuh ke atas tempat tidurku, maka aku mengambilnya untuk
kumakan, akan tetapi kemudian aku takut mungkin itu dari sedekah, maka aku
lempar buah itu. (HR.
Bukhari-Muslim)
Dalam kesempatan lain, beliau tidak dapat tidur semalaman, miring kesana
kemari. Sehingga istrinya bertanya,
“Wahai Rasulullah, mengapa engkau terjaga semalaman, miring
kesana-sini?”
Beliau menjawab, “Aku menemukan sebiji buah kurma di tempat tidur ini
tadi malam dan memakannya. Kemudian aku teringat bahwa kita memiliki (di rumah
kita) beberapa biji buah kurma untuk disedekahkan. Maka aku takut bahwa kurma
yang aku makan itu adalah salah satu dari kurma-kurma yang akan kita sedekahkan
itu.” (HR. Ahmad)
Subhanallah! Rasulullah
memakan sebuah kurma di tempat tidurnya sendiri, miliknya sendiri, hanya saja
beliau takut bahwa kurma yang dimakannya itu termasuk dari gerombolan kurmanya
yang sudah diniatkannya untuk disedekahkan pada fakir-miskin. Dan hal itu
membuat beliau tidak bisa tidur semalaman. Beliau takut kalau-kalau kurma yang
dimakannya itu “tidak halal” karena sesungguhnya telah menjadi hak kaum
fakir-miskin. Hal itu menegaskan betapa pentingnya kehati-hatian untuk memakan
rezeki yang benar-benar halal.
Para sahabat juga berhati-hati sekali dalam menjemput rezeki Allah.
Suatu ketika seorang pelayan Abu Bakar datang membawa banyak makanan dan Abu
Bakar memakannya. Pelayan itu kemudian bertanya,
“Apakah anda tahu dari mana
makanan ini berasal?”
Beliau balik bertanya, “Dari
mana?”
Pelayan itu menjawab, “Pada zaman
jahiliyah aku meramal nasib orang, padahal aku bukan peramal (ahli nujum), aku
melakukannya untuk menipu orang lain. Jadi aku dibayar dan diberi makanan yang
kaumakan!”
Mendengar hal itu, Abu Bakar langsung memasukan tangannya ke mulut dan
memuntahkan makanan itu dengan paksa hingga habis tak bersisa.
Peristiwa serupa terjadi pada Umar bin Khaththab. Pagi itu ia diberi
susu oleh pelayannya yang kemudian diketahui bahwa susu itu berasal dari unta
yang akan disedekahkan. Umar pun mati-matian memuntahkan susu yang telah diminumnya.
Sesungguhnya yang dijelaskan diatas menunjukkan betapa pentingnya
menjemput rezeki (bekerja) yang halal dan membelanjakan hasil kerja itu dengan
halal pula. Semuanya menunjukkan betapa pentingnya memakan harta halal. Karena
dengannya ridha Allah bisa turun, do’a bisa makbul, dan rezeki semakin berkah
nan melimpah. Amin.
Sumber : Rasulullah’s Business
School / Karya: Kang Monif, PHD & Prof. Laode, PHD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar