Kamis, 31 Desember 2015

Sejarah dan Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi

dari : 123newyear.com
  Setiap tahun kita menyaksikan perayaan besar yang rutin dilakukan oleh masyarakat di seluruh dunia yaitu perayaan tahun baru. Perayaan yang dibuat secara meriah dan tentu saja tidak murah. Malam tahun baru sering dihiasi dengan berbagai hiburan yang menarik dan sayang untuk dilewatkan. Kaum muda-mudi tumpah ruah di jalanan, berkumpul di pusat kota menunggu pukul 00:00, yang seolah-olah sayang untuk dilewatkan. Pada saat lonceng tengah malam berbunyi, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan dan orang-orang meneriakkan “Selamat Tahun Baru.” Tidak saja di Eropa dan Amerika, masyarakat kita juga sibuk dan sangat menantikan malam pergantian tahun tersebut.
  Sebenarnya perayaan tahun baru masehi memiliki sejarah panjang. Banyak diantara orang-orang yang ikut merayakan hari itu tidak mengetahui kapan pertama kali acara tersebut diadakan dan latar belakang mengapa hari itu dirayakan.

Sejarah Perayaan Tahun Baru Masehi
  Sejak abad ke-7 SM bangsa Romawi kuno telah memiliki kalender tradisional. Namun kalender ini sangat kacau dan mengalami beberapa kali perubahan. Sistem kalender ini dibuat berdasarkan pengamatan terhadap munculnya bulan dan matahari, dan menempatkan bulan Martius (Maret) sebagai awal tahunnya.
  Pada tahun 45 SM, Julius Caesar mengganti kalender tradisional ini dengan kalender Julian. Urutan bulan menjadi: Januarius, Februarius, Martius, Aprilis, Maius, Iunius, Quintilis, Sextilis, September, October, November, December. Di tahun 44 SM, Julius Caesar mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius (Juli).
  Sementara penerus Julius Caesar, yaitu Kaisar Augustus mengganti nama bulan Sextilis dengan nama bulan Augustus. Kalender Julian ini kemudian digunakan secara resmi di seluruh Eropa hingga tahun 1582 M. Pada saat itu muncul kalender Gregorian.
  Januarius dipilih sebagai bulan pertama, karena dua alasan. Pertama, diambil dari nama dewa Romawi “Janus” yaitu dewa bermuka dua, satu muka ke depan, dan satu muka lagi ke belakang. Dewa Janus adalah dewa penjaga gerbang Olympus, sehingga diartikan sebagai gerbang menuju tahun baru. Kedua, karena 1 Januari jatuh pada puncak musim dingin. Di saat itu biasanya pemilihan konsul diadakan, karena semua aktivitas umumnya diliburkan. Di bulan Februari, konsul yang terpilih dapat diberkati dalam upacara menyambut musim semi yang artinya menyambut hal yang baru. Sejak saat itu, tahun baru orang Romawi tidak lagi dirayakan pada 1 Maret, tapi pada 1 Januari.
  Orang Romawi merayakan tahun baru dengan cara saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Dewa Janus. Mereka juga mempersembahkan hadiah kepada Kaisar.
  Saat ini, tahun baru 1 Januari telah dijadikan sebagai salah satu hari suci umat Kristiani. Namun kenyataannya, tahun baru telah lama menjadi tradisi sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur umum nasional untuk semua warga dunia.
  Pada mulanya perayaan ini dirayakan oleh orang yahudi yang dihitung sejak bulan baru pada akhir September. Selanjutnya menurut Kalender Julianus, tahun Romawi dimulai pada tanggal 1 Maret. Paus Gregorius XIII mengubahnya menjadi 1 Januari pada tahun 1582 dan hingga kini seluruh dunia merayakannya pada tanggal tersebut.
  Bagi orang Kristiani yang mayoritas menghuni benua Eropa, tahun baru masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih, sehingga agama Kristen sering disebut agama Masehi. Masa sebelum Yesus lahir disebut tahun Sebelum Masehi (SM) dan sesudah Yesus lahir disebut tahun Masehi.

Beberapa Alasan Umat Islam Dilarang Merayakan Tahun Baru Masehi
  Fakta diatas menyimpulkan bahwa perayaan tahun baru sama sekali tidak berasal dari budaya umat Islam. Pesta tahun baru pertama kali dirayakan orang kafir, yang notabene masyarakat paganis Romawi. Acara ini terus dirayakan oleh masyarakat modern dewasa ini, kebanyakan dari mereka tidak mengetahui bahwa ritual pagan adalah latar belakang diadakannya acara ini. Mereka menyemarakkannya dengan berbagai macam permainan, menikmati indahnya langit dengan semarak cahaya kembang api dsb. Turut merayakan tahun baru statusnya sama dengan merayakan hari raya orang kafir. Dan ini hukumnya terlarang. Diantara alasan pernyataan ini adalah:

1.      Turut merayakan tahun baru sama dengan meniru kebiasaan mereka. Nabi SAW melarang kita untuk meniru kebiasaan orang jelek, termasuk orang kafir. Beliau bersabda:
Siapa yang meniru kebiasaan satu kaum, maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut(HR. Abu Daud).
Abdullah bin Amr bin Ash mengatakan, “Siapa yang tinggal di negeri kafir, ikut merayakan Nairuz dan Mihrajan (hari raya orang Majusi), dan meniru kebiasaan mereka, maka sampai mati dia menjadi orang yang rugi pada hari kiamat.”

2.     Mengikuti hari raya mereka termasuk bentuk loyalitas dan menampakkan rasa cinta kepada mereka. Padahal Allah melarang kita untuk menjadikan mereka sebagai teman setia dan menampakkan cinta kasih kepada mereka. Allah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (rahasia) karena rasa kasih sayang, padahal sesungguhnya mereka lebih ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu... (QS. Al-Mumtahanah : 1).

3.   Hari raya merupakan bagian dari agama dan doktrin keyakinan, bukan semata perkara dunia dan hiburan. Ketika Nabi SAW datang di kota Madinah, penduduk kota tersebut merayakan dua hari raya, Nairuz dan Mihrajan. Beliau pernah bersabda di hadapan penduduk Madinah,
Saya mendatangi kalian dan kalian memiliki dua hari raya yang kalian jadikan sebagai waktu untuk bermain. Padahal Allah telah menggantikan dua hari raya terbaik untuk kalian, Idul Fitri dan Idul Adha. (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Nasa’i).
Perayaan Nairuz dan Mihrajan yang dirayakan penduduk Madinah isinya hanya bermain-main dan makan-makan. Sama sekali tak ada unsur ritual sebagaimana yang dilakukan orang Majusi, yang memprakarsai dua perayaan ini. Namun mengingat dua hari tersebut adalah perayaan orang kafir, Nabi SAW melarangnya. Sebagai gantinya, Allah berikan dua hari raya terbaik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.
Dengan demikian, turut bergembira dengan perayaan orang kafir, meskipun hanya bermain-main, tanpa mengikuti ritual keagamaannya, termasuk perbuatan yang telarang, karena termasuk turut mensukseskan acara mereka.

4.      Allah berfirman menceritakan keadaan ‘ibadur rahman (hamba Allah yang pilihan) sebagai berikut:
Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (QS. Al-Furqan : 72).
Dalam ayat tersebut terdapat kata al-Zur (perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah). Menurut ulama tafsir, maksudnya adalah perayaan-perayaan orang kafir (Ibn Katsir, 6/130). Jelas dari ayat ini Allah melarang kaum muslimin menghadiri perayaan kaum musyrikin.

5.       Hadits shahih Bukhari dan Muslim berikut ini, Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
Sesungguhnya bagi kaum (agama) ada perayaannya dan hari ini (Idul Adha) adalah perayaan kita.
Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan maksud hadits tersebut bahwa dilarang melahirkan rasa gembira pada perayaan kaum musyrikin dan meniru mereka (dalam perayaan). (Fathul Bari, 3/371).

6.    Perayaan tahun baru identik dengan terompet. Bahkan meniup terompet dianggap sebagai perayaan yang paling sederhana menyambut tahun baru. Selain harganya murah, juga mudah dilakukan. Tapi tahukah kita bahwa meniup terompet adalah kebiasaan Yahudi, sehingga ketika ada sahabat mengusulkan meniup terompet sebagai tanda masuknya shalat, Rasulullah SAW bersabda,
Membunyikan terompet adalah perilaku orang-orang Yahudi. (HR. Abu Daud).

7.     Merayakan tahun baru, khususnya dengan acara musik dan pesta kembang api serta acara sejenisnya pasti membutuhkan dana yang tidak sedikit. Hal ini termasuk bentuk pemborosan yang dibenci Allah. Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya Allah membenci tiga hal pada kalian; kabar burung, membuang-buang harta, dan banyak bertanya. (HR. Bukhari).

8.   Salah satu bentuk perayaan tahun baru yang paling umum adalah menunggu detik-detik pergantian tahun, yakni tepat pukul 00:00. Dengan demikian, orang-orang yang merayakan tahun baru senantiasa begadang hingga dini hari. Begadang yang tidak memiliki kemaslahatan merupakan salah satu hal yang dibenci Rasulullah. Jika tidak ada keperluan penting, Rasulullah biasa tidur di awal malam.
Nabi SAW membenci tidur sebelum Isya’ dan ngobrol setelah Isya’. (HR. Bukhari).

9.     Sering kali, karena begadang sepanjang malam dan baru tidur menjelang fajar, orang yang merayakan tahun baru meninggalkan shalat Subuh. Bahkan terkadang shalat Isya’ juga tidak dihiraukan karena acara perayaan sudah dimulai sejak petang. Meninggalkan shalat adalah salah satu dosa besar, bahkan bisa menjerumuskan seseorang kedalam kekufuran.

10. Merayakan tahun baru dengan berbagai bentuk aktivitasnya, apalagi hura-hura adalah termasuk menyia-nyiakan waktu. Padahal dalam Islam, waktu sangatlah berharga sehingga Allah bersumpah demi waktu. Dan di akhirat nanti, seseorang juga tidak bisa beranjak dari tempatnya hingga ditanya waktunya untuk apa dihabiskan. Imam Syafi’i membuat kesimpulan yang sangat tepat terkait dengan waktu: “Jka dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil).”

11. Perayaan tahun baru umumnya tidak memisahkan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Sehingga terjadilah ikhtilath yang luar biasa. Bersentuhan lawan jenis menjadi tidak terelakkan, bahkan memang disengaja.
Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya. (HR. Thabrani).

12.   Perayaan tahun baru dengan musik dan acara sejenis, kadang juga disertai dengan hal yang jelas-jelas haram, seperti minuman keras. Jika ini yang dilakukan tentu dosanya semakin banyak.

13. Termasuk hal yang paling parah dalam perayaan tahun baru adalah terjerumus zina. Ini bukan kekhawatiran semata, karena faktanya banyak berita yang melaporkan pembelian kondom meningkat menjelang tahun baru dan paginya di tanggal 1 Januari ditemukan banyak kondom bekas di lokasi perayaan tahun baru. Ada yang berzina karena memang sudah direncanakan dari awal. Namun ada juga perempuan yang terjerumus ke dalam zina saat perayaan tahun baru karena dimulai dari ikhtilath dan mengkonsumsi minuman keras hingga mabuk.

14.  Topi tahun baru yang berbentuk kerucut ternyata adalah topi dengan bentuk yang disebut Sanbenito, yakni topi yang digunakan Muslim Andalusia untuk menandai bahwa mereka sudah murtad dibawah penindasan Gereja Katholik Roma yang menerapkan inkuisisi Spanyol. Kini, 6 abad setelah peristiwa yang sangat sadis tersebut berlalu, para remaja muslim, anak-anak muslim justru memakai topi Sanbenito untuk merayakan tahun baru masehi dan merayakan ulang tahun. Sungguh ironis.


Sumber : lampuislam.org, atjehcyber.net, voa-islam.com dan berbagai sumber   

Waktu Shalat Wajib Lima Waktu (Bag.5-habis)

  Dari terbit fajar shadiq putih, yaitu fajar kedua sampai berakhirnya gelap, karena Nabi SAW biasa mengerjakannya pada waktu gelap malam masih pekat. Dan waktu shalat Subuh ini berakhir sampai terbit matahari. Sebagaimana hadits Abdullah bin Amr RA:

Waktu shalat Subuh itu dari sejak terbit fajar selama belum terbit matahari. (HR. Muslim).

  Diantara dalil yang mempertegas perlunya menyegerakan shalat Subuh dan mengerjakannya saat malam masih pekat adalah hadits Jabir RA tentang Jibril yang mengimamai Nabi SAW, yang didalamnya disebutkan:

Kemudian Jibril mendatangi beliau pada waktu shalat Subuh seraya berkata, “Bangun dan kerjakanlah shalat Subuh.” Beliau pun mengerjakan shalat Subuh ketika fajar terbit atau ketika fajar telah memancar... kemudian Jibril mendatangi beliau lagi keesokan harinya ketika pagi sudah sangat terang, lalu dia berkata kepada beliau, “Berdiri dan kerjakanlah shalat Subuh.” Lalu beliau mengerjakan shalat Subuh, dan kemudian berkata, “Antara kedua hal itu terdapat satu waktu.” (HR. Ahmad dan Turmudzi).

  Nabi tidak tergesa-gesa untuk mengerjakan shalat Subuh dan tidak juga menangguhkan dari waktu yang ditetapkan. Dalam hadits Abu Barzah al-Aslami disebutkan:

Beliau beranjak dari shalat Subuh ketika seseorang telah mengenali orang yang duduk di sampingnya. Dan beliau membaca dalam shalat itu 60 sampai 100 ayat. (Muttafaqun ‘alaih).

  Dalam hadits Jabir disebutkan:
Mengenai shalat Subuh, Nabi SAW biasa mengerjakannya pada malam masih pekat. (Muttafaqun ‘alaih).

  Saya pernah mendengar Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz RA berkata, “Yang disebut al-ghalas adalah fajar yang tampak jelas yang padanya masih terdapat sedikit gelap dari akhir malam.”   Sedangkan hadits Rafi’ bin khudaij yang didalamnya dia bercerita, Rasulullah SAW bersabda:

Pagi-pagilah kalian dalam mengerjakan shalat Subuh, karena ia merupakan saat yang paling agung bagi pahala kalian. Atau paling agung bagi pahala.

  Dalam lafaz Turmudzi disebutkan:

Pagi-pagilah kalian mengerjakan shalat Subuh, karena ia merupakan saat paling agung bagi pahala. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Turmudzi, dan Nasa’i).

  Turmudzi menukil dari Syafi’i, Ahmad, dan Ishak, al-isfaar berarti adalah tampaknya waktu fajar secara jelas, sehingga tak ada lagi keraguan padanya. Saya mendengar Abdullah bin Baaz berkata, “Maksudnya, janganlah kalian tergesa-gesa mengerjakan shalat Subuh sampai tampak jelas waktu Subuh sehingga tak ada kebimbangan dalam shalat.”


Sumber : Panduan Shalat Lengkap / Karya: Dr. Sa’id bin Ali bin Wahaf al-Qahthani

Waktu Shalat Wajib Lima Waktu (Bag.4)

  Dari tebenamnya syafaq merah sampai paruh malam pertengahan. Sementara waktu darurat shalat Isya’ adalah sampai terbit fajar. Hal itu didasarkan pada hadits Abdullah bin Amr RA:

Waktu shalat Isya’ itu sampai paruh malam yang pertengahan. (HR. Muslim).

  Juga hadits Jabir RA, tentang Jibril yang mengimami Nabi SAW, dia bercerita: 

Jibril mendatangi Nabi pada waktu Isya’ seraya berucap, “Berdiri dan kerjakanlah shalat Isya’.” Beliau pun mengerjakan shalat Isya’ ketika syafaq terbenam... kemudian pada hari kedua, Jibril mendatangi beliau pada saat pertengahan malam telah berlalu, dan beliau pun mengerjakan shalat Isya’. (HR. Ahmad, Turmudzi, dan Nasa’i).

  Sementara waktu setelah pertengahan malam sampai terbit fajar meupakan waktu darurat bagi orang yang lupa atau tertidur. Hal itu sesuai dengan hadits Abu Qatadah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda:

Sesungguhnya dalam tidur itu tidak ada kelengahan, karena sebutan lengah itu ditujukan bagi orang yang belum mengerjakan shalat sampai masuk waktu shalat yang lain. Barangsiapa mengalami hal tersebut, hendaklah dia mengerjakannya ketika dia teringat padanya. (HR. Muslim).

  Yang terbaik berkenaan dengan waktu shalat Isya’ ini adalah mengakhirkannya selama waktunya belum berlalu, jika hal itu tidak memberatkan. Jika dalam rombongan perjalanan, atau berada di pedalaman atau desa terpencil, maka mengakhirkan waktu shalat Isya’ adalah lebih baik, jika hal itu tidak memberatkan seorang pun dari mereka. Dari Aisyah RA, dia bercerita:

Pada suatu malam, Nabi SAW tidak tidur sampai seluruh malam berlalu dan sampai jamaah masjid tertidur, kemudian beliau keluar dan mengerjakan shalat seraya bersabda, “Sesungguhnya inilah waktu shalat Isya’, seandainya aku tidak khawatir akan memberatkan umatku.” (HR. Muslim).

  Itulah dalil yang menunjukkan bahwa akhir waktu shalat Isya’ merupakan waktu yang paling baik untuk melaksanakan shalat Isya’.
  Rasulullah SAW selalu mengutamakan yang teringan bagi umatnya. Dari Jabir RA, dia berkata:

Shalat itu terkadang (disegerakan) dan terkadang (diakhirkan). Jika beliau melihat mereka telah berkumpul, maka beliau menyegerakannya, dan jika beliau melihat mereka belum berkumpul, maka beliau mengakhirkannya. (Muttafaqun ‘alaih).

  Karena pentingnya memelihara waktu shalat Isya’, Nabi SAW tidak suka tidur sebelum mengerjakan shalat Isya’. Dalam hadits Ibnu Barzah al-Aslami RA, disebutkan:

Rasulullah suka mengakhirkan shalat Isya’ pada waktu yang kalian sebut sebagai Atamah, dan beliau tidak suka tidur sebelumnya dan berbicara sesudahnya. (Muttafaqun ‘alaih).


  Saya pernah mendengar Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz mengatakan, “Dimakruhkan tidur sebelum shalat Isya’, karena tidur bisa menyebabkan shalat Isya’ hilang. Dan dimakruhkan berbicara setelahnya, karena percakapan seringkali melupakan shalat Subuh.”

Bersambung... 

Selasa, 29 Desember 2015

Waktu Shalat Wajib Lima Waktu (Bag.3)

 Waktu Shalat Maghrib 
  Dari sejak matahari terbenam sampai terbenamnya  teja (syafaq) merah. Sesuai dengan hadits Abdullah bin Amr RA:

Dan waktu shalat Maghrib adalah selama syafaq hilang. (HR. Muslim).

  Tapi yang lebih baik adalah shalat di awal waktu. Hal itu didasarkan pada hadits Jabir RA, tentang Jibril yang mengimami Nabi SAW, dimana Jibril pernah mendatangi beliau pada waktu Maghrib seraya berkata:

“Berdiri dan kerjakan shalat Maghrib.” Beliau pun mengerjakan shalat Maghrib ketika matahari terbenam. Kemudian Jibril mendatangi beliau lagi pada hari kedua pada waktu Maghrib masih berlangsung. (HR. Ahmad, Turmudzi, dan Nasa’i).

  Juga hadits Rafi’ bin Khudaij, dia bercerita:

Kami pernah mengerjakan shalat Maghrib bersama Nabi SAW lalu salah seorang diantara kami berbalik. Sesungguhnya dia masih bisa melihat tempat jatuhnya anak panahnya. (Muttafaqun ‘alaih).

  Saya mendengar Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz berbicara tentang hadits ini, dia mengatakan, “Hadits ini menunjukkan bahwa bersegera mengerjakan shalat Maghrib merupakan sunat yang sudah pasti. Namun demikian, hal itu tidak menunjukkan bahwa waktu shalat Maghrib adalah satu waktu, tapi akhir waktu shalat Maghrib adalah terbenamnya syafaq merah.”
  Yang sunat dikerjakan adalah mengerjakan shalat dua rakaat setelah adzan dikumandangkan, baru kemudian mengerjakan shalat Maghrib. Hal itu sesuai dengan hadits Abdullah bin Mughaffal al-Muzanniy RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda:

“Kerjakanlah shalat sebelum shalat Maghrib.” Dan pada ketiga kalinya beliau bersabda, “Bagi yang menghendaki.” Hal itu karena beliau khawatir orang-orang akan menganggapnya sebagai sunat. (HR. Bukhari).

  Atau khawatir orang-orang akan menganggapnya sebagai suatu yang wajib lagi biasa dijalankan serta tidak pernah ditinggalkan.
Dalam riwayat lain disebutkan: 

Nabi SAW pernah mengerjakan shalat dua rakaat sebelum shalat Maghrib. (HR. Ibnu Hibban).

  Dalam hadits Anas RA, disebutkan:

Pada masa Rasulullah SAW kami pernah mengerjakan shalat dua rakaat setelah matahari terbenam dan sebelum shalat Maghrib. (HR. Muslim).

  Anas RA juga bercerita:

Kami pernah berada di Madinah, tiba-tiba mu’adzin mengumandangkan adzan shalat Maghrib, lalu para sahabat bergegas mendatangi pilar-pilar masjid lalu mereka mengerjakan shalat dua rakaat, sampai-sampai ada seorang asing masuk masjid dan mengira bahwa shalat Maghrib sudah selesai dikerjakan karena banyaknya orang yang mengerjakan shalat sunat dua rakaat tersebut. (Muttafaqun ‘alaih).

  Hal ini menunjukkan bahwa shalat sunat ini telah ditegaskan melalui lisan, perbuatan, sekaligus putusan. Hadit-hadits di atas menunjukkan bahwa yang sunat dikerjakan adalah segera mengerjakan shalat Maghrib setelah mengerjakan dua rakaat shalat sunat, setelah adzan dikumandangkan. Dan waktu antara adzan dan iqamah itu sangat sebentar sekali.


Bersambug...

Senin, 28 Desember 2015

Waktu Shalat Wajib Lima Waktu (Bag.2)

Waktu Shalat Ashar 
  Dari sejak keluarnya waktu Zhuhur. Artinya, jika bayangan segala sesuatu sama sepertinya, berarti waktu shalat Ashar telah tiba sehingga matahari menguning, atau sampai bayangan segala sesuatu mempunyai panjang dua kali lipat. Waktu shalat Ashar mendekati kuningnya matahari, tapi waktu menguningnya matahari lebih lama. Dan itulah yang menjadi dasar penentuan waktu. Diwajibkan mendahulukan shalat sebelum matahari menguning. Sebagaimana hadits Abdullah bin Amr RA:

Waktu shalat Ashar itu selama matahari belum menguning. (HR. Muslim).

  Juga hadits Jabir RA, tentang Jibril yang mengimami Nabi SAW, dimana dia berkata:

“Berdiri dan kerjakanlah shalat Ashar.” Beliau pun  mengerjakan shalat Ashar ketika bayangan segala sesuatu sama panjangnya... kemudian malaikat itu datang pada hari kedua dan berkata, “Berdiri dan kerjakanlah shalat Ashar.” Maka beliau mengerjakan shalat Ashar ketika bayangan segala sesuatu sama dengan dua kali lipatnya. (HR. Ahmad, Turmudzi, dan Nasa’i).

  Hal itu sebagai waktu pilihan, yang berawal dari sejak bayangan segala sesuatu sama panjangnya sampai matahari menguning. Adapun waktu darurat adalah ketika matahari telah menguning sampai matahari tenggelam. Hal itu sesuai hadits Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:

Barangsiapa mendapati satu rakaat dari shalat Subuh sebelum matahari terbit, berarti dia telah mendapati shalat Subuh (sepenuhnya). Dan barangsiapa mendapati satu rakaat shalat Ashar sebelum matahari terbenam, berarti dia telah mendapati shalat Ashar (sepenuhnya). (Muttafaqun ‘alaih).

  Jika hal itu disengaja, dia tetap mendapatkan shalat, hanya saja dia berdosa. Sebagaimana sabda Nabi SAW:

Yang demikian itu merupakan shalat orang munafik. Dia duduk mengawasi matahari sehingga jika matahari itu berada diantara kedua tanduk setan, dia berdiri menyumpahinya empat kali, pada saat itu dia tidak mengingat Allah, kecuali hanya sedikit sekali. (HR. Muslim).

  Jika hal itu dikerjakan karena lupa atau tertidur, maka dia telah mendapati shalat pada waktunya dan pelaksanaannya pun dibenarkan.


Bersambung...

Sabtu, 26 Desember 2015

Waktu Shalat Wajib Lima Waktu (Bag.1)

  
dari : jadwalsholat.org
  Firman Allah :

Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisaa’ : 78).

  Maksudnya, wajib dalam waktu-wakru yang telah ditentukan.
  Juga firman Allah :

Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (QS. Al-Israa’ : 78).

  Di dalam ayat ini disebutkan 5 waktu shalat. Yaitu firman Allah SWT, “Dari tergelincirnya matahari,” yang berarti condongnya matahari dari posisi tengah langit ke sebelah barat. Dan itulah awal masuknya waktu shalat Zhuhur. Termasuk di dalamnya juga waktu Ashar. Sedangkan firman-Nya, “Sampai gelap malam,” yakni permulaan gelap malam. Ada yang menyatakan, yaitu tenggelamnya matahari. Darinya ditetapkan sebagai masuknya waktu shalat Maghrib dan Isya’. Fiman-Nya “Qur’anal Fajri,” berarti shalat Shubuh. Di dalam ayat tersebut terdapat isyarat global yang menunjukkan waktu-waktu shalat lima waktu.
Waktu shalat lima waktu bisa diuraikan sebagai berikut :

Waktu Shalat Zhuhur
  Dari tergelincirnya matahari sampai saat bayangan segala sesuatu sama. Yang demikian itu sesuai dengan hadits Abdullah bin Amr, Nabi SAW bersabda :

Waktu shalat Zhuhur adalah jika matahari tergelincir, dan bayangan seseorang sama dengan panjangnya, selama belum datang waktu Ashar. (HR. Muslim).

Juga hadits Jabir, tentang Jibril yang mengimami Nabi SAW dalam shalat lima waktu selama dua hari. Jibril mendatangi beliau pada hari pertama seraya berucap :

“Bangun dan kerjakan shalat Zhuhur.” Lalu beliau mengerjakan shalat Zhuhur pada saat bayangan matahari tergelincir. Kemudian keesokan harinya Jibril datang lagi untuk mengerjakan shalat Zhuhur seraya berucap, “Bangun dan kerjakan shalat Zhuhur.” Beliau pun mengerjakan shalat Zhuhur ketika bayangan segala sesuatu sama sepertinya. Kemudian Jibril berkata kepada beliau pada hari kedua, “Antara kedua shalat tersebut terdapat satu waktu.” (HR. Ahmad, Turmudzi, Nasa’i, ad-Daruquthni, dan al-Hakim).

  Disunatkan menunggu dingin untuk mengerjakan shalat pada saat matahari terik, tapi tidak boleh keluar dari waktunya. Hal itu didasarkan pada hadits Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW beliau bersabda:

Jika panas sangat terik maka shalatlah pada saat panas sudah reda, karena teriknya panas merupakan bagian dari muntahan Jahannam. (Muttafaqun ‘alaih).

  Saya pernah mendengar Imam Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz mengatakan, “Yang disunatkan adalah mengakhirkan shalat Zhuhur pada saat udara sangat panas, baik ketika dalam perjalanan maupun tidak, tapi jika orang-orang membiasakan diri untuk menyegerakan shalat karena adanya kesulitan bagi mereka, hal itu akan terasa ringan, karena mengakhirkan shalat hanya akan memberatkan mereka.
  Sedang pada saat udara tidak panas, yang paling baik adalah mengerjakan shalat di awal waktu. Hal itu sesuai hadits Abdullah bin Mas’ud RA, dia bercerita: 

Aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Amal apakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Shalat di awal waktunya.”

  Saya pernah mendengar Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz berkata, “Maksudnya, di awal waktu shalat setelah waktu shalat masuk. Tapi jika anda shalat pada saat waktu shalat tengah berlangsung atau di akhir waktu shalat, maka tidak ada dosa dalam hal itu. Nabi sendiri biasa mengerjakan shalat di awal waktu, dan terus berusaha memeliharanya, kecuali dalam dua keadaan:
Pertama, saat mengerjakan shalat Isya’, ketika jamaah terlambat datang, sehingga mereka semua berkumpul.
Kedua, saat mengerjakan shalat Zhuhur, ketika matahari sangat terik.
  Beliau biasa datang lebih cepat pada saat shalat Maghrib. Sementara para sahabat biasa mengerjakan shalat dua rakaat sebelumnya. Dan waktu-waktu shalat lainnya lebih luas daripada shalat Maghrib.


Bersambung...

Jumat, 25 Desember 2015

Ayo Cerdas dengan Memanfaatkan Waktu Sesuai Syariat Islam

  
dari : fickr.com
  Bangsa Arab mengenal waktu adalah pedang. Sedangkan bangsa Barat menetapkan waktu adalah uang. Dan sebagaimana yang terjadi di masa kini, basis penetapan nilai akan sesuatu yang diwujudkan dalam bentuk uang bergantung pada durasi waktu.
  Contoh sederhana, seseorang ingin menghubungi keluarganya menggunakan handphone, maka berapa pulsa yang dibutuhkan bergantung pada berapa lama ia berbicara.
  Demikian pula dalam hal konsultasi dengan pakar, semua berbasis waktu. Satu jam sekian, satu hari sekian, dan seterusnya. Prinsipnya waktu adalah penentu.
  Akan tetapi, ada yang mungkin terlewat dari bahasan umat Islam, yaitu tentang betapa pentingnya waktu-waktu langit. Waktu-waktu yang tidak mungkin bisa dipahami oleh seorang manusia pun, melainkan bersumber pada ajaran Islam.
  Waktu-waktu langit yang dimaksud adalah waktu Fajar, Dhuha, Dzuhur, Ashar, Maghrib, Isya’, dan Lail (malam hari). Dan Allah tidak jarang dalam penekanannya terhadap sesuatu yang urgen menggunakan sumpah-Nya dengan waktu.
  Menariknya, waktu-waktu langit itu sangat berkorelasi dengan perubahan kondisi cahaya di langit. Waktu fajar misalnya, yang Allah juga jadikan sumpah dalam surat al-Fajr ayat pertama, adalah waktu perubahan langit dan alam secara drastis, yakni hilangnya kegelapan dan bermulanya cahaya terang benderang.
  Dengan kata lain, waktu fajar adalah waktu urgen yang umat Islam mesti memanfaatkannya dengan baik. Apa saja yang harus dipersiapkan dan dilakukan di waktu fajar?
  Pertama, bangun lebih dini. Siapa tidur di waktu fajar, besar kemungkinan matahari akan mendahului jadwal bangun seseorang.
  Mengingat waktu ini adalah waktu dimana malaikat malam dan siang berkumpul, maka Rasulullah SAW pun memberikan keteladanan setiap hari dengan bersegera tidur di awal malam. Amalan tersebut membuktikan badan Rasulullah SAW lebih sehat, dan shalat di waktu fajar bisa dilaksanakan secara maksimal.
  Kemudian, bagi yang memiliki jiwa pembelajar, bangun lebih awal akan memungkinkannya memiliki waktu cukup untuk taqarrub dan tadabbur hingga tiba waktu fajar, sehingga pagi hari baginya adalah masa dimana iman dan ilmunya terjaga, bahkan terasah dan kian menguat. Terlebih jika waktu tersebut juga diisi dengan memohon ampunan kepada-Nya.

Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah). (QS. Adz-Dzariyaat : 18).

  Dari sisi kesehatan, muslim yang biasa mengisi waktu fajar akan memiliki beberapa keuntungan. Mulai dari adanya space waktu untuk bisa berolahraga, belajar hingga menyiapkan hal-hal penting, terutama sarapan pagi, sehingga tidak ada istilah tidak sempat sarapan.
  Selain itu, bangun lebih pagi ternyata menghindarkan seseorang dari serangan depresi. Sebuah studi di Jerman pada tahun 2013 menyebutkan bahwa mereka yang cenderung tidur terlalu larut dan sulit bangun pagi memiliki risiko depresi yang tinggi.
  Kedua, shalat sunnah Fajar. Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud shalat sunnah Fajar adalah shalat sunnah qabliyah, yang keutamaannya (sekalipun sunnah) menegaskan segala macam kebanggaan manusia akan kekayaan alam semesta.

Dua rakkat Fajar lebih baik dari dunia dan seisinya. (HR. muslim).

  Untuk memotivasi umatnya, Rasulullah pun tidak pernah mau ketinggalan mengerjakan shalat sunnah Fajar ini.

Nabi tidaklah menjaga shalat sunnah yang lebih daripada menjaga shalat sunnah dua rakaat sebelum Subuh. (HR. Muslim).

  Ini baru uraian tentang satu saja dari waktu-waktu langit yang ada. Bagaimana jika seluruh waktu-waktu langit itu diisi sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul-Nya syariatkan? Lail (waktu malam) misalnya, sungguh ada keutamaan yang tidak Allah berikan di waktu lainnya.
  Oleh karena itu, siapa mengatur dirinya dengan waktu-waktu langit, niscaya tidak akan banyak masalah atau keluhan dalam hidupnya.
  Sungguh dampak paling nyata pun, berupa kesehatan, kecerdasan dan kebahagiaan akan memancar dalam kehidupan. Oleh karena itu, masihkah kita akan bermain-main dengan waktu. Padahal Allah telah jelaskan jenis-jenis waktu dan bagaimana memanfaatkannya agar bahagia dunia akhirat?

Sumber : hidayatullah.com



Kamis, 24 Desember 2015

Pengguna Medsos, Perhatikan Nasihat Imam Nawawi Ini


dari : 123rf.com
  Di era informasi saat ini, media sosial dianggap sudah menjadi kebutuhan hidup yang tak bisa dilepaskan bagi penggunanya. Ibarat makan dan minum, orang yang sudah kecanduan dengan media sosial akan merasakan ‘lapar dan haus’ jika sehari saja tak upload foto atau status.
  Berbagai situs media sosial menawarkan berbagai fasilitas guna memudahkan komunikasi, berbagi informasi, atau sebagai wadah aktualisasi diri. Media sosial memang banyak manfaatnya. Namun, ibarat pisau yang bisa digunakan untuk memasak atau menusuk orang, media sosial juga punya sisi negatif.
  Dalam beberapa kasus banyak juga ditemukan pertikaian yang dipicu gara-gara pembaruan status di media sosial. Tak jarang pula mereka yang berseteru itu mengadukan teman atau pengikutnya pada polisi atas tuduhan pencemaran nama baik dan lain-lain. Hal ini tentu bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang mengajarkan untuk menjaga tali silaturahim.
  Bagi netizen yang memang sudah kecanduan media sosial, hendaknya memperhatikan nasihat dari seorang ulama besar, Imam Nawawi dalam kitabnya, al-Adzkar seperti berikut :
Ketahuilah bahwa setiap orang wajib menjaga lisannya kecuali untuk hal-hal yang bermanfaat”. Apabila dirasa ucapan tersebut posisinya masih ambigu, maksudnya tidak ada kepastian apakah mengandung manfaat atau mudharat, maka lebih baik ditinggalkan. Sebab, terkadang ucapan yang diperbolehkan bisa berubah status hukumnya menjadi haram atau makruh. Hal ini banyak terjadi di lapangan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata baik atau lebih baik diam.”
  Menulis status adalah hal yang diperbolehkan (mubah) dalam Islam. Namun tetap saja semua ada adabnya. Jangan sampai status yang ditulis menyinggung atau menyakiti perasaan orang lain.
  Alangkah baiknya menulis status yang bermanfaat, yang bisa membuat seseorang termotivasi untuk beribadah, belajar, berbuat baik atau bekerja. Jika memang kita hendak menulis status yang tidak bermanfaat, maka hendaknya diam atau ditinggalkan sesuai perintah Rasulullah SAW dalam hadits di atas. Wallahulam.


Sumber : islampos.com

Tips Agar Tidak Menjadi Pelupa

dari : www.salon.com
  Menjadi pelupa dipandang sebagai tanda usia tua, yang tidak hanya terlihat pada kondisi tubuh saja, tetapi pikiran kita mulai menunjukkan keausan setelah penggunaan selama puluhan tahun atau mengalami cedera.
  Tetapi menghindari menjadi pelupa menjadi urusan semua orang, baik usia tua atau muda. Para ilmuwan dan peneliti telah menghabiskan selama beberapa dekade terakhir berupaya menemukan ‘pil ajaib’ yang dapat mempertahankan ingatan kita dengan baik sampai usia tua. Demikian pula para peneliti juga berupaya menemukan cara untuk menghentikan atau mengobati penyakit menurunnya mental seperti Demensia, Alzheimer, dan Parkinson. Bahkan Alzheimer diperkirakan akan menghinggapi 1 dari 85 orang di seluruh dunia pada tahun 2050. Itu berarti bahwa banyak dari kita akan mengalami penurunan kemampuan otak, yang dapat menyebabkan kehilangan ingatan, tidak memahami lagi kondisi diri sendiri, dan akhirnya kemampuan mental kita menghilang mendahului tubuh kita.
  Sementara itu, obat atau ‘pil ajaib’ untuk demensia dan kehilangan memori belum ditemukan juga. Tetapi ada beberapa cara untuk meningkatkan memori anda, dan sebagian besar dari mereka bahkan tidak menggunakan obat . Berikut tips yang dimuat The Malaysian Insider :

Latihlah Otak Anda
  Menonton televisi, bermain video game, dan menjelajah di internet adalah hobi menyenangkan bagi sebagian besar, tapi cobalah sejumlah kegiatan lain seperti memecahkan teka-teki atau berfikir. Kuncinya adalah menggunakan kekuatan otak anda untuk terlibat dalam beberapa aktivitas mental.
  Dalam bahasa lain : “Gunakan otak anda atau tidak”. Begitu saja persoalannya. Hal ini sebagaimana otot-otot kita yang kemampuannya akan menurun kalau kita tidak melakukan apapun atau hanya berbaring saja sepanjang hari di tempat tidur.

Cukup Tidur
  Penelitian telah menunjukkan bahwa tidur cukup adalah kunci untuk lebih mampu mengingat fakta. Pada dasarnya, ketika anda tidur, otak anda sebenarnya membuat lebih banyak koneksi antara neuron, yang pada gilirannya menyebabkan menjadi lebih mampu menyimpan informasi baru.
  Tidak ada cara untuk ‘menipu’ atau menghindari kebutuhan dasar untuk tidur. Semua mamalia butuh tidur, bahkan mamalia laut pun tidur dengan mengatur dua belah otak mereka aktif secara bergiliran untuk ditidurkan.

Melakukan Latihan Fisik
  Menurut publikasi kesehatan yang dikeluarkan Harvard, terlibat dalam latihan aerobik, seperti jogging, bersepeda, belari, dan berenang akan memompa darah anda dan akan meningkatkan ukuran hippocampus, yaitu bagian dari otak yang bertanggung jawab untuk memori dan mempelajari verbal. Dengan melakukan latihan fisik bisa membantu proses mengingat ke arah lebih baik.

Makanan Sehat
   Dianjurkan untuk meningkatkan asupan makanan yang diketahui bermanfaat bagi kesehatan otak, seperti Omega-3 yang dapat ditemukan pada ikan salmon, tuna, mackerel, dan sarden. Atau nutrisi yang bermanfaat untuk memori juga dapat dengan mudah ditemukan di apotek dalam bentuk minyak ikan atau minyak biji rami.
  Berlebihan lemak jenuh dan karbohidrat gandum dapat merugikan kesehatan otak, sehingga kita perlu menghindari sebanyak mungkin atau tidak mengkonsumsi secara berlebihan.
  Minum teh hijau yang mengandung polifenol, merupakan antioksidan yang dapat memerangi radikal bebas yang diketahui merusak sel-sel kita, termasuk di otak.

Pelajari Sesuatu Yang Baru
  Carilah tantangan untuk mempelajari sesuatu yang baru. Otak kita dapat dikembangkan dengan pembelajaran. Bisa dengan belajar bahasa baru, naik sepeda, memainkan alat musik, atau bahkan menghadiri pelajaran pembuatan tembikar. Otak anda akan berlatih informasi baru yang membutuhkan koordinasi tangan-mata atau kekuatan otak.
  Tentu saja jauh lebih baik, kita menggunakan otak kita dengan mempelajari ilmu-ilmu agama untuk memperkuat pemahaman kita, atau menambah pemahaman kita yang selama ini masih kita anggap kurang.


Sumber : hidayatullah.com

Rabu, 23 Desember 2015

Pria Diciptakan Untuk Berjuang dan Berkorban

  Segala sesuatu selalu diciptakan berpasang-pasangan. Pada abad ke-19 yang lalu ilmuwan Inggris, Paul Dirac mempopulerkan istilah “parite” dan untuk itu dia memperoleh hadiah Nobel di bidang Fisika. “Parite” adalah istilah yang bermakna bahwa seluruh benda yang ada di alam semesta sampai partikel terkecil yang tak terlihat kasat mata, ternyata mempunyai pasangan.
  Berabad-abad sebelum Paul Dirac melakukan riset dan menyimpulkan demikian, Allah SWT telah memberitahukan Nabi kita melalui firman-Nya :

Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah. (QS. Adz-Zaariyat : 49).

  Malam berpasangan dengan siang, hitam dengan putih, baik dengan buruk, tinggi dengan rendah, laki-laki dengan perempuan, ganjil dengan genap. Segala sesuatu pasti ada pasangannya.
  Adakah sesuatu yang tidak berpasangan di dunia ini?
  Dalam konteks nilai suatu pasangan, tidak selalu bermakna antagonis. Seperti baik dengan buruk, siang dengan malam, atau mancung dengan pesek dan lain-lain.
  Banyak bentuk pasangan yang bukan antagonis antara satu dengan pasangannya, tapi lebih kepada saling melengkapi untuk menjadi keharmonisan. Hal itu dapat kita lihat pada pasangan genap dengan ganjil, istimewa dengan sempurna, demikian seterusnya. 
  Pemahaman ini perlu diperjelas dulu sebelum kita melanjutkan bahasan kita tentang tema di atas.
  Ketika kita menggunakan kata wanita bukan perempuan, maka sementara ini kita pahami saja dulu bahwa semua kata selalu mengandung makna. Masing-masing pilihan kata mempunyai makna sesuai konteksnya, tanpa menggugurkan yang lain. Biarlah semuanya menjadi kosakata dan khazanah kata kita.
  Ketika kita ingin mengelompokkan antar pasangan dan hubungan antara satu dengan yang lainnya, baik hubungan sininom atau hubungan antonim, maka kita dapat mengelompokkan genap dengan sempurna dan mengelompokkan ganjil dengan istimewa atau unik.
  Allah SWT menciptakan bumi lebih dahulu sebelum pria (Adam) diciptakan. Kemudian Allah menciptakan Hawa dari tulang rusuknya, dan Hawa menjadi pasangan hidupnya yang menetap di Surga. Pasangan laki-laki dengan perempuan atau pria dan wanita. Bumi yang dihuni oleh lebih dari 6,3 milyar orang, kemudian menjadi hamparan yang disiapkan untuk manusia setelah Allah keluarkan Adam dan Hawa dari Surga akibat melanggar perintah Allah. Setelah diterima tobatnya Adam dan Hawa, mereka ditempatkan di bumi yang terhampar luas hingga akhirnya pasangan tersebut Allah pertemukan kembali dan kemudian berketurunan dan menjadi nenek moyang seluruh manusia, tanpa kecuali.
  Nalar kita mengatakan bahwa Hawa tercipta dari salah satu rusuk Adam yang paling bengkok, maka jumlah rusuk Adam menjadi ganjil dibanding dengan jumlah rusuk Hawa yang masih sempurna jumlahnya. Kesempurnaan jumlah rusuk ini dapat kita anonimkan dengan jumlah yang genap. Sementara jumlah rusuk Adam yang sudah berkurang, maka kita dapat anonimkan dengan ganjil. Dengan jumlah tulang rusuk yang ganjil ini, pria tetap memiliki keistimewaan dibandingkan dengan wanita.
  Wanita yang sempurna jumlah tulang rusuknya menjadi makhluk yang eksis dengan segala kesempurnaan penciptaan. Kesempurnaan fisik wanita mengundang para penyair dan sastrawan mengungkapkan pujiannya terhadap wanita. Ribuan bahkan mungkin jutaan bait syair dibuat untuk memuji dan mengekspresikan nilai kesempurnaan seorang wanita. Belum lagi para seniman yang selalu menjadikan wanita sebagai obyek karya seninya (terlepas dari etika, moral, dan adab). Ribuan karya sastra lahir dari para sastrawan sebagai ekspresi atas kesempurnaan wanita sebagai makhluk ciptaan Allah.
  Pria tercipta dengan kegagahan dan keperkasaan. Pria diciptakan untuk berjuang demi keluarga. Ia berjuang untuk masyarakatnya. Berjuang untuk bangsanya. Dia juga berjuang untuk agamanya. Dialah laki-laki yang tercipta untuk berjuang dan untuk berkorban. Suatu penciptaan yang unik dan istimewa, hingga para malaikat diperintahkan Allah untuk bersujud menghormatinya. Pria inilah yang menjadi pasangan wanita. Wanita yang tercipta dengan segala kesempurnaannya. Yang sempurna berpasangan dengan sosok yang Allah istimewakan karena beban dan amanah yang berani dipikul dan diemban di dunia ini. Mengalahkan makhluk Allah yang lain, meski Allah selalu mengingatkan manusia bahwa dia adalah makhluk yang berpotensi berbuat kedzaliman dan kebodohan. Itulah keistimewaan dan keunikan pria.
  Perjuangan dan pengorbanan laki-laki menimbulkan kekaguman kaum wanita. Kekaguman ini akan menjadi lebih besar ketika didukung dengan postur tubuhnya. Puluhan, ratusan, bahkan ribuan wanita  mengidolakan pahlawannya. Mengidolakan pria, sang pahlawan. Dialah laki-laki yang berjuang dan berkorban bukan untuk siapa-siapa. Lelaki yang berjuang untuk kebahagiaan keluarga. Ia berjuang dan berkorban untuk bangsanya.
  Pria diciptakan Allah untuk berjuang dan berkorban. Di atas pundaknyalah Allah mewajibkan jihad melawan musuh-musuhnya. Jangan tanyakan tentang keikhlasan padanya. Tidak ada makhluk yang paling ikhlas dalam memberi selain dari kaum lelaki. Inilah keunikan dan keistimewaannya.
  Karena fitrahnya ganjil dan itu adalah bentuk dari pengorbanan laki-laki bagi hidup dan kehidupannya. Secara fitrah, laki-laki siap untuk berkorban dengan memberikan sesuatu yang ia miliki. Fitrah telah mengajarkannya demikian. Jadi jangan tanyakan tentang ketulusan, karena laki-laki lebih tulus dibanding perempuan ketika memberi. Di sisi lain, ruang kosong pada penciptaannya manjadikan dia makhluk yang lemah. Allah menyebutnya dengan sebutan “kabad”. 

Sesunggunya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. (QS. Al-Balad : 4).

  Manusia juga disifati dengan sifat “halu’a”. 

Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. (QS. Al-Maarij : 19).

  Bandingkan dengan wanita ketika memberi. Seberapa besar keikhlasan dan ketulusannya? Jangan menuntut lebih pada wanita untuk melakukan seperti yang dilakukan pria dalam hal memberi, berjuang dan berkorban. Wanita tidak dapat melupakan kebaikan dan pengorbanan yang pernah ia lakukan. Wanita tidak dapat melupakan jumlah uang yang ia pinjamkan, bahkan mungkin kepada suaminya. Karena wanita memang diciptakan bukan untuk memberi dan berkorban untuk pria, kecuali alasan cinta yang mampu merubahnya. Laki-laki mempunyai tempat istimewa di hati istrinya. Maju mundurnya kehidupan ada pada pundak laki-laki.
  Emosi dan ketahanan wanita relatif lebih baik dibanding laki-laki. Fisiknya menunjukkan kesempurnaan ciptaan Allah, simetris dan proporsional dalam kadar yang relatif lebih banyak dibanding pria. Dia diciptakan untuk menenangkan laki-laki. Menenangkan suaminya, menenangkan anak-anaknya, bahkan menenangkan ayahnya. Ingatlah sirah Nabi Muhammad SAW, ketika Fatimah menghibur dan menenangkan ayahnya, Muhammad saat membersihkan kotoran yang dilemparkan kaum Quraisy kepada Muhammad sambil menangis. Tangisan yang mampu menghibur dan menenangkan Muhammad SAW.
  Laki-laki selalu ingin berpetualang seakan ingin mencari tulang rusuknya yang hilang. Mencari pasangan untuk ketenangan hidupnya. Tuntutan alam yang menjadikan laki-laki senang berpetualang dan menantang bahaya agar dirinya eksis sebagai tulang punggung kehidupan. Tulang punggung keluarga, bahkan menjadi tulang punggung negara yang siap maju di medan pertempuran membela dan mempertahankan kehormatan bangsa dan agama. Dia menjadi kuat dan perkasa, semakin istimewa di hati istrinya atau para pengagum rahasia yang menanti takdir yang mungkin menyatukannya.
  Ruang kosong pada jiwa manusia lebih ditemukan pada laki-laki dibandingkan pada wanita. Jangan sampai laki-laki mengalami kesedihan, karena sedih akan membawanya pada kegundahan dan kelemahannya akan menghancurkannya.
  Wanita relatif lebih kuat dalam konteks menjadi sumber kehidupan dan melahirkan kehidupan. Darinya manusia berkembang biak dan darinya manusia dibina dan dididik untuk melanjutkan semangat perjuangan orang tuanya. Dia sempurna untuk melakukan tugas mulia itu, menjadi madrastul ummah, menjadi sekolah bangsa. Bahkan dalam posisi single parent pun, wanita relatif lebih berhasil dibandingkan dengan pria. Wallahu a’lam.


Sumber : dakwatuna.com

Selasa, 22 Desember 2015

Libatkan Diri Anda Dalam Pekerjaan yang Bermanfaat

  Walid ibn Mughirah, Umayyah ibn Khalaf, dan al-‘Ash ibn Wail telah membelanjakan hartanya untuk memerangi risalah dan melawan kebenaran. 

Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. (QS. Al-Anfal : 36)

  Namun kebanyakan kaum muslimin justru kikir dengan harta mereka, sehingga tidak terbangun menara keutamaan dan tugu keimanan.

Dan barangsiapa yang kikir maka sesungguhnya dia kikir terhadap dirinya sendiri. (QS. Muhammad : 38)

  Demikianlah gambaran tekad kuat para durjana dan kelemahan orang-orang yang bisa dipercaya.
  Dalam memoar Golda Mayer, mantan PM Israel yang berjudul Malice, disebutkan bahwa dalam satu fase hidupnya dia harus bekerja selama 16 jam tanpa istirahat demi memperjuangkan prinsip-prinsipnya yang sesat dan pikiran-pikirannya yang menyimpang itu, hingga akhirnya berhasil melahirkan negara Israel bersama-sama dengan Ben Gurion.
  Saya sendiri sering menyaksikan generasi kaum muslimin yang sama sekali tidak pernah berbuat, meski hanya satu jam. Mereka larut dalam main, makan, minum, tidur, dan menghabiskan waktu percuma.

Apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu: “Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? (QS. At-Taubah : 38)

  Umar adalah sosok yang sangat giat bekerja siang malam. Dia hanya menyempatkan tidur sebentar. Sampai-sampai keluarganya menegurnya, “Engkau tidak tidur?”
  Tapi teguran itu dijawab oleh Umar, “Jika aku tidur di malam hari maka sia-sialah diriku, dan jika aku tidur di siang hari maka sia-sialah rakyatku.”
  Dalam memoar seorang tiran, Moses Dayan, yang berjudul The Sword and Rule dituliskan bahwa dia harus terbang dari satu negara ke negara lain, dari kota satu ke kota lain, siang dan malam, terang-terangan dan sembunyi-sembunyi, harus menghadiri berbagai pertemuan, mengadakan konferensi, mengatur kesepakatan dan perjanjian dan tak lupa menulis dalam catatannya. Sayang sekali memang, orang seperti dia justru bisa menunjukkan keuletan seperti ini. Sebaliknya, kebanyakan kaum muslimin justru menunjukkan kemalasannya. Inilah gambaran nyata tentang tekad orang durjana dan kelemahan orang-orang yang bisa dipercaya.
  Umar ibn Khaththab telah menyatakan “perang” terhadap semua bentuk pengangguran, kemalasan, dan ketidakgiatan. Bahkan Umar pernah menarik keluar para pemuda yang diam di dalam masjid dan tidak melakukan apa-apa. Umar memukuli mereka dan berkata, “Keluar kalian, cari rezeki! Langit tidak akan menurunkan emas dan perak.”
  Kemalasan dan ketidakgiatan hanya akan melahirkan pikiran-pikiran yang negatif, kesengsaraan, penyakit kejiwaan, kerapuhan jaringan syaraf, keresahan, dan kegundahan. Sedangkan kerja dan semangat akan mendatangkan kegembiraan, suka cita, dan kebahagiaan.
  Segala kecemasan, keresahan, kegundahan, syaraf dan jiwa, serta penyakit-penyakit intelektual akan berakhir bila masing-masing kita menjalankan peranannya dalam hidup ini. Sehingga, semua lapangan kerja menjadi ramai. Pabrik-pabrik menjadi produktif, tempat-tempat kerja akan sibuk, lembaga-lembaga sosial dan dakwah dibuka kembali, serta pusat-pusat kegiatan budaya dan ilmiah marak dimana-mana. Firman Allah,

“Katakanlah: ‘Bekerjalah kamu sekalian’.”
“Menyebarlah di permukaan bumi.”
“Bersegeralah.”
“Cepat-cepatlah.”

  Juga sabda Rasulullah, 

Sesungguhnya nabi Allah Daud makan dari hasil kerja tangannya.”

  Al-Rasyid pernah menulis buku yang berjudul Shina’atul Hayat (Merancang Kehidupan). Dalam bukunya ia mengupas banyak tentang masalah ini dan menyebutkan bahwa banyak orang yang tidak memainkan peran yang seharusnya mereka perankan dalam kehidupan ini.
  Mereka hidup, tapi seperti orang yang sudah mati. Mereka tidak menangkap apa rahasia dibalik kehidupan mereka. Mereka tidak melakukan yang terbaik untuk masa depan, umat, maupun diri mereka sendiri.

Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak pergi berperang. (QS. At-Taubah : 87,93)

Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai udzur dengan orang yang berjihad di jalan Allah. (QS. An-Nisa : 94)

  Seorang perempuan kulit hitam yang menyapu masjid Rasulullah telah memainkan perannya dalam kehidupan. Dan dengan peran yang dimainkan itu dia masuk surga.

Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik walaupun dia menarik hatimu. (QS. Albaqarah : 221)

  Demikian pula budak yang membuat mimbar Rasulullah, telah melakukan apa yang seharusnya dia lakukan. Dia memperoleh pahala atas apa yang dilakukan, karena memang bakatnya di bidang pertukangan.

Orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya. (QS. At-Taubah : 79)

  Ada 2 do’a agung dan bermanfaat bagi siapa saja yang menginginkan agar semua permasalahannya dimudahkan serta jiwanya dikuatkan untuk menghadapi semua kejadian yang menimpa.
  Pertama, Hadits Ali yang menyebutkan bahwa Rasulullah pernah bersabda, 

“Katakanlah: ‘Ya Allah, berilah aku hidayah dan lancarkan perkaraku’.” (HR. Muslim)

Kedua, hadits Husein ibn Abied dari Abu Daud, Rasulullah berkata kepada Husein

“Katakanlah: ‘Ya Allah, berilah saya petunjuk jalan, dan jagalah diriku dari kejahatan diriku sendiri’.”

  Menggantungkan diri kepada kehidupan dunia, merindukan kehidupan kekal di dunia, lebih mencintai kehidupan dunia, dan keengganan menghadapi kematian akan menyebabkan kesengsaraan, kesesakan di dalam dada, kelemahan, kecemasan, sulit tidur, dan kedunguan. Allah SWT mencela orang-orang Yahudi yang terlalu menggantungkan diri pada kehidupan dunia. Allah berfirman,

Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba pada kehidupan (dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-Baqarah : 96)

  Sungguh indah ungkapan orang Arab, “Tidak ada keresahan, dan Allah akan senantiasa diseru.” Maksudnya, di sana ada Rabb di langit yang selalu diseru dengan doa-doa dan dimintakan kebaikan. Tetapi mengapa anda harus bersedih di muka bumi? Bila anda telah menyerahkan keresahan kepada Rabb-mu, maka Dia pasti akan menghilangkannya.

Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berbo’a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan? (QS. An-Naml : 62)

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku. (QS. Al-Baqarah : 186)


Sumber : La Tahzan / Karya: Dr. ‘Aidh al-Qarni

Minggu, 20 Desember 2015

Hukum Meninggalkan Shalat


dari : aak-share.com
  Meninggalkan shalat wajib sebagai perbuatan kufur. Sebab itu, siapa pun meninggalkan shalat karena ingkar terhadap status hukum wajibnya, maka menurut kesepakatan ijma’ ulama, dia telah kufur besar, meski dia mengerjakannya. Sementara orang yang meninggalkan shalat secara total, padahal dia meyakini status hukum wajibnya dan tidak mengingkarinya, maka dia juga dianggap kufur. Yang benar dari pendapat para ulama adalah bahwa kekufurannya itu adalah besar, yang mengeluarkan pelakunya dari Islam, karena adanya dalil yang cukup banyak.
  Firman Allah SWT :

Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud, maka mereka tidak kuasa, (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Sungguh mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera. (QS. Al-Qalam : 43).

  Yang demikian itu menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan shalat masuk dalam golongan orang-orang kafir dan orang-orang munafik yang punggung mereka tetap tegak ketika kaum muslimin bersujud. Andai saja mereka termasuk golongan kaum muslimin, pastilah mereka akan diizinkan untuk bersujud, sebagaimana yang dilakukan terhadap kaum muslimin.
  Allah SWT  juga berfirman :

Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, kecuali golongan kanan, berada di dalam surga. Mereka tanya-menanya tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa. Apakah yang memasukkan kalian ke dalam Saqar (neraka). Mereka menjawab, “Kami dulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami juga tidak memberi makan orang miskin. Adalah kami membicarakan yang bathil bersama dengan orang-orang yang membicarakannya. Dan adalah kami mendustakan hari pembalasan. (QS. Al-Muddatstsir : 38-46).

  Artinya, orang yang meninggalkan shalat termasuk para pelaku dosa yang masuk ke dalam neraka Saqar. Allah SWT sendiri telah berfirman :

Sesungguhnya orang-orang yang berdosa berada dalam kesesatan (di dunia) dan dalam neraka. (Ingatlah) pada hari mereka diseret ke neraka di atas muka mereka. (Dikatakan kepada mereka), “Rasakanlah sentuhan api neraka.” (QS. Al-Qamar : 48).

  Allah SWT pun berfirman :

Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui. (QS. At-Taubah : 11).

  Dengan demikian, Allah menggantungkan persaudaraan mereka dengan orang-orang mukmin pada penunaian shalat. 
  Jabir RA bercerita, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda :

Antara seseorang dengan syirik dan kekufuran ada perbuatan meninggalkan shalat. (HR. Muslim).

  Dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya, dia bercerita, Rasulullah SAW bersabda :

Pemisah antara kita dengan mereka adalah perbuatan meninggalkan shalat. Karenanya, barangsiapa meninggalkannya, maka dia telah kafir. (HR. Turmudzi, Nasa’i, Ibnu Majah, dan al-Hakim).

  Dari Abdullah bin Syaqiq RA, dia berkata,

Sahabat-sahabat Muhammad tidak melihat satu amalan yang jika ditinggalkan dianggap kufur, kecuali shalat saja. (HR. Turmudzi).

  Lebih dari seorang ulama telah mengisahkan ijma’ sahabat Rasulullah SAW mengafirkan orang yang meninggalkan shalat.
  Imam Ibnu Taimiyah menyampaikan bahwa orang yang meninggalkan shalat bisa dikafirkan dengan kufur besar karena sepuluh alasan.
  Imam Ibnu Qayyim mengatakan, lebih dari dua puluh dua dalil yang mengafirkan orang yang meninggalkan shalat dengan kufur besar.
  Tidak diragukan lagi, yang benar, berdasarkan dalil-dalil yang jelas bahwa secara mutlak, orang yang meninggalkan shalat itu kafir.
  Imam Ibnu Qayyim juga menyampaikan, “Al-Qur’an, as-Sunnah, dan ijma’ para sahabat telah dengan jelas mengafirkan orang yang meninggalkan shalat.”

Sumber : Panduan Shalat Lengkap / Karya : Dr. Sa’id bin Ali bin Wahaf al-Qahthani

Sabtu, 19 Desember 2015

Jerawat Kaututupi, Aurat Kok Diumbar

 Jerawat merupakan hal yang tak diinginkan kedatangannya, khususnya bagi kaum wanita. Karena jerawat ini biasanya mengganggu penampilan, sehingga kurang menarik. Apalagi jika jerawat ini munculnya di bagian atas bibir, ukurannya jumbo, dan membandel. Sehingga jerawat tidak mau hilang. Bagi kaum wanita, jerawat ini bagaikan sebuah aib yang harus ditutupi. Padahal hal ini merupakan hal sepele.
  Dengan segala cara pasti kaum wanita akan menutupi jerawatnya. Misalnya, dengan menggunakan make up yang tebal. Adapula dengan menggunakan bahan-bahan alami, seperti timun, masker dan sebagainya. Dan ada juga dengan memanfaatkan kemajuan teknologi seperti laser.
  Nah, menurut kaum wanita pada zaman sekarang ini menutupi jerawat merupakan permasalahan besar. Sedangkan menutup aurat merupakan hal kecil yang mereka anggap tidak modern.
  Si jerawat ini bagaikan aib yang harus ditutup. Padahal menutup aurat adalah sebuah kewajiban bagi kaum wanita. Dan memiliki banyak manfaat. Sebagaimana firman Allah SWT :

Hai nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab : 59).

  Jerawat tidak begitu banyak dampak negatif yang ditimbulkan, hanya kaum wanitanya saja yang membesar-besarkan. Dampak negatifnya sebagai berikut: tidak percaya diri, tidak enak dipandang, dan menimbulkan ketidaknyamanan.
  Sedangkan bila tidak menutupi aurat, banyak sekali dampak negatif yang akan muncul. Dampaknya sebagai berikut: pelecehan seksual, perlakuan yang kurang sopan, kurang percaya diri, dan yang lebih parah lagi bisa memberikan dosa baginya dan bagi orang lain yang melihat.
  Wahai kaum wanita, berfikirlah besar, jangan kerdil. Lihatlah, masih banyak yang lebih penting dari penampilan fisik. Sesungguhnya kaum laki-laki lebih menyukai wanita yang mampu menjaga diri, salah satunya dengan menutup aurat.


Sumber : islampos.com

Jumat, 18 Desember 2015

Beginilah Ketika Umar Masuk Islam

  Ketika Muhammad SAW mengumumkan kenabiannya, umur Umar 27 tahun. Karena keponakannya, Zaid, membuat keluarga Umar tak asing dengan dasar-dasar tauhid. Selain itu, Sa’id, putra Zaid, yang menyeru orang-orang ke dalam agama Ibrahim telah menikah dengan saudara perempuan Umar, Fatimah, dan keduanya memeluk Islam. Sa’id berhasil meyakinkan Fatimah sehingga keduanya menerima Islam. Seorang tokoh terkemuka dari keluarga yang sama, yaitu Nu’aim bin Abdullah, juga telah menjadi Muslim.
  Namun, Umar sendiri selain belum menerima agama baru ini, dia juga telah memutuskan bahwa orang-orang Islam adalah musuh yang kejam.
  Ketika mengetahui bahwa budak wanita di rumahnya yang bernama Labinah telah masuk ke dalam agama baru, dia mulai melakukan penyiksaan yang tidak biasa. Labinah telah membuat kemarahannya memuncak. Umar memukuli wanita ini hingga kelelahan. Jika kemudian beristirahat sejenak dari menyiksanya, dia berkata, “Biarkan aku sedikit menarik nafas, lalu kamu akan kupukuli lagi!” Siapapun yang sampai ke tangannya, dia akan diperlakukan dengan cara yang sama seperti itu.
  Meskipun demikian, siksaan yang dilakukan Umar tidak mengubah agamanya. Dengan demikian, Umar faham bahwa tidak seorangpun yang dapat mengeluarkannya dari agamanya. Umar yang sangat marah memutuskan untuk melenyapkan orang yang dianggapnya sebagai pendiri agama baru ini yaitu Muhammad dari muka bumi. Umar keluar dari rumah dengan keputusan dan niat ini sambil membawa senjata.
  Umar bertemu dengan Nu’aim bin Abdullah di tengah jalan. Nu’aim merasakan kemarahan yang ada di wajahnya. Dia pun menanyakan tujuan kepergiannya. Ketika Umar menjelaskan niatnya, Nu’aim berkata kepadanya, “Lihatlah keluargamu terlebih dulu! Saudara perempuan dan iparmu telah masuk Islam.”
  Umar yang mendengar kabar ini langsung mengubah jalan dan menuju rumah Fatimah. Ketika Umar telah dekat rumah yang ditujunya, Fatimah sedang membaca al-Qur’an. Karena ragu-ragu dengan orang yang datang, dia pun segera menyembunyikan lembaran yang dibacanya. Tapi, Umar telah terlanjur mendengar bacaannya. Umar bertanya padanya apa yang ia baca. “Tidak ada,” jawab Fatimah, “Tidak ada apa-apa!” Umar yang sedang benar-benar marah berkata, “Kamu tak bisa menyembunyikan sesuatu dariku. Aku sudah tahu semuanya. Aku telah mendengar bahwa kalian berdua telah tersesat!” Dia pun mulai memukuli adik iparnya. Fatimah yang mencoba melerainya, juga dipukuli. Akhirnya, Fatimah berteriak kepadanya, “Umar! Apapun yang ingin kau lakukan kepada kami, lakukanlah! Kau tidak akan pernah bisa mengeluarkan kami dari agama kami!”
  Umar benar-benar merasa heran dengan tekad mereka. Ia tersentuh karena melihat ada darah di wajah Fatimah. Dia terdiam dan meneteskan air mata. “Tunjukkan apa yang kalian baca,” katanya. Fatimah pun menunjukkan lembaran al-Qur’an yang ditulis di atas potongan kulit kepada Umar. Umar pun mulai membacanya.

Apa yang di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah. Dialah yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Milik-Nyalah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.  Dialah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zahir dan Yang Batin. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar dari dalamnya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik ke sana. Dan Dia bersama kamu dimana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Milik-Nyalah kerajaan langit dan bumi. Dan hanya kepada Allah segala urusan dikembalikan. Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati. Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan infakkanlah (di jalan Allah) sebagian dari harta yang Dia telah menjadikan kamu sebagai penguasanya (amanah). Maka orang-orang yang beriman diantara kamu dan menginfakkan (hartanya di jalan Allah) memperoleh pahala yang besar. (QS. Al-Hadid : 1-7)

  Ketika sampai pada kalimat “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya...” Umar seketika mengucapkan kalimah syahadat.
  Waktu itu, Nabi tengah berada di rumah Arqam di bukit Shafa. Umar datang dan mengetuk pintu. Para sahabat yang melihatnya bersenjatakan sebuah pedang tajam menjadi khawatir. Mereka tidak tahu bahwa Umar telah masuk Islam. Sementara itu, Hamzah yang sedang bersama Rasulullah berkata, “Biarkan ia datang. Jika datang dengan niat baik, itu bagus. Namun, jika datang dengan niat jelek, niscaya aku akan memotong kepalanya dengan pedangnya sendiri.”
  Hamzah pun segera memegang kerah pakaian Umar yang masuk ke dalam rumah dan mencoba mendekati Rasulullah.
“Umar! Kami ingin tahu alasan kedatanganmu!” katanya.
  Umar yang tersentuh dengan suara Nabi dan pertanyaannya, dengan penuh penyerahan diri menjelaskan, “Aku datang ke sini untuk menjadi seorang Muslim!” Rasulullah mendengar jawaban Umar, kemudian bersuara dengan keras, “Allahu Akbar!” Semua sahabat juga mengikuti. Semua gunung dan bukit Mekah menggema dengan suara ini.
  Peristiwa ini mewujudkan satu titik perubahan dalam sejarah Islam. Sampai dengan saat itu, jumlah orang-orang Muslim tidak lebih dari 40-50 orang. Ada seorang pahlawan terkenal Arab dan pemimpin para syuhada, yaitu Hamzah, di dalam barisan mereka. Namun demikian, orang-orang Muslim masih tak bisa melakukan ibadah dengan terang-terangan. Beribadah di Ka’bah sangatlah tidak mungkin.
  Situasi seketika berubah total setelah Umar menerima Islam. Umar tak menyembunyikan dirinya yang telah masuk Islam dari orang-orang penyembah berhala yang ada di sekitarnya. Ia justru mengumumkannya pada semua orang. Ketika menghadapi beberapa serangan sebagai reaksi dari sikapnya, dia tetap mengencangkan dadanya dari semua itu. Akhirnya pada satu hari, dia bersama-sama kaum Muslimin lainnya shalat berjemaah di Ka’bah.
  Ibnu Hisyam telah mencatat peristiwa ini sebagaimana dituturkan Abdullah bin Mas’ud (Ibnu Mas’ud) seperti berikut:
“Setelah menjadi Muslim, Umar selalu berkelahi dengan orang Quraisy sampai dia memenangkan perjuangannya. Bahkan dia mengerjakan shalat di Ka’bah. Dan, kami pun ikut shalat bersamanya.”
  Umar masuk Islam bertepatan dengan tahun ke-6 kenabian.


Sumber : Best Story of UMAR BIN KHATHTHAB / Karya: Syekh Maulana Shibli Nu’mani    

Kamis, 17 Desember 2015

Masih Pantaskah Mereka Disebut Idola?


  Semua orang pastinya sudah tidak asing dengan ajang pencarian bakat. Ribuan orang lebih telah berbondong-bondong mengikuti audisi di daerah yang berbeda. Namun akhirnya hanya sebagian saja yang masuk panggung spektakuler.
  Acara itu biasanya berlangsung selama 3 bulan dalam setahun lebih dan menyisakan dua orang grandfinalis. Ujung-ujungnya, seseorang kemudian akan didapuk jadi idola setelah usai acara.
  Nah, apa arti kata idola itu? Jika kita translate di kamus atau di Google Translate, maka kita akan mendapatkan arti idol (selain arti idola) itu adalah berhala atau patung.
  Namun, bukan masalah arti idol dalam Bahasa Inggris yang akan dibahas kali ini. Melainkan arti idola secara sederhana. Idola menurut bahasa awam. Kenapa? Karena pandangan arti idola dalam Bahasa Inggris yaitu idol sudah banyak yang paham betul.
  Orang awam sering menafsirkan bahwa sosok idola adalah yang mempunyai kelebihan di atas orang lain. Sosok idola adalah orang yang dipuja, dikagumi atau diteladani. Sosok idola adalah orang yang dianggap menyandang predikat istimewa, dihormati posisinya, dan dikagumi prestasinya. Sosok idola ditempatkan pada posisi yang tinggi diantara komunitas yang mengidolakannya.
  Para idola diakui memiliki keterampilan atau keahlian diatas rata-rata orang biasa. Mereka berpenampilan khas, unik dan atraktif. Dengan potensi dan posisi seperti inilah mereka dapat dengan mudah mendapatkan uang serta fasilitas yang berlimpah. Para remaja seringkali mengikuti tindak tanduk sang idolanya. Mereka merasa bangga karena sudah sama seperti idola mereka.
  Namun diatas semua itu masih pantaskah mereka disebut sebagai idola? Jika kita mengidolakan mereka, apa sebenarnya yang mereka berikan kepada kita? Justru kita yang membuat mereka terkenal. Coba bayangkan, bagaimana seorang artis jika ditinggalkan oleh orang yang mengidolakannya? Masihkah mereka mendapatkan bayaran? 
  Sebetulnya hal itu tidak masuk akal. Kita melakukan hal itu hanya buang-buang waktu, karena mengidolakan seseorang yang tidak memberi manfaat kepada kita, kita telah hanyut terbawa suasana emosional yang hampir melupakan kita kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
   Rasulullah bersabda, “Sebaik-baiknya manusia adalah yang memberi manfaat kepada orang lain.”
  Maka bolehlah jika mengatakan bahwa yang pantas jadi idola bagi umat Islam adalah Rasulullah SAW.
  Rasulullah adalah suri teladan yang baik. Segala perbuatan yang beliau lakukan, kemudian kita lakukan, maka kita akan mendapat pahala dari Allah SWT. Namun, jika kita mengikuti gaya artis (idola), apakah mereka memberi kita uang? Ternyata kekuatan emosi mengalahkan logika. Mereka yang sering ikut-ikutan gaya idolanya ternyata logikanya sudah tidak bekerja dengan semestinya.
  Karena hidup hanya sementara dan hanya sekali, maka lakukanlah hal yang bermanfaat bagi kehidupan akhirat juga dunia kita. Saatnya kita jeli memilih idola. Dan memang harus jeli. Karena idola yang harusnya diikuti gaya dan perilakunya adalah Nabi Muhammad SAW.


Sumber : islampos.com