dari : 123newyear.com
Setiap tahun kita menyaksikan
perayaan besar yang rutin dilakukan oleh masyarakat di seluruh dunia yaitu
perayaan tahun baru. Perayaan yang dibuat secara meriah dan tentu saja tidak
murah. Malam tahun baru sering dihiasi dengan berbagai hiburan yang menarik dan
sayang untuk dilewatkan. Kaum muda-mudi tumpah ruah di jalanan, berkumpul di
pusat kota menunggu pukul 00:00, yang seolah-olah sayang untuk dilewatkan. Pada
saat lonceng tengah malam berbunyi, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan
dan orang-orang meneriakkan “Selamat Tahun Baru.” Tidak saja di Eropa dan
Amerika, masyarakat kita juga sibuk dan sangat menantikan malam pergantian
tahun tersebut.
Sebenarnya perayaan tahun baru masehi memiliki sejarah panjang. Banyak
diantara orang-orang yang ikut merayakan hari itu tidak mengetahui kapan
pertama kali acara tersebut diadakan dan latar belakang mengapa hari itu
dirayakan.
Sejarah Perayaan Tahun Baru
Masehi
Sejak abad ke-7 SM bangsa Romawi kuno telah memiliki kalender
tradisional. Namun kalender ini sangat kacau dan mengalami beberapa kali
perubahan. Sistem kalender ini dibuat berdasarkan pengamatan terhadap munculnya
bulan dan matahari, dan menempatkan bulan Martius (Maret) sebagai awal
tahunnya.
Pada tahun 45 SM, Julius Caesar mengganti kalender tradisional ini
dengan kalender Julian. Urutan bulan menjadi: Januarius, Februarius, Martius,
Aprilis, Maius, Iunius, Quintilis, Sextilis, September, October, November,
December. Di tahun 44 SM, Julius Caesar mengubah nama bulan Quintilis dengan
namanya, yaitu Julius (Juli).
Sementara penerus Julius Caesar, yaitu Kaisar Augustus mengganti nama
bulan Sextilis dengan nama bulan Augustus. Kalender Julian ini kemudian
digunakan secara resmi di seluruh Eropa hingga tahun 1582 M. Pada saat itu
muncul kalender Gregorian.
Januarius dipilih sebagai bulan pertama, karena dua alasan. Pertama,
diambil dari nama dewa Romawi “Janus” yaitu dewa bermuka dua, satu muka ke
depan, dan satu muka lagi ke belakang. Dewa Janus adalah dewa penjaga gerbang
Olympus, sehingga diartikan sebagai gerbang menuju tahun baru. Kedua, karena 1
Januari jatuh pada puncak musim dingin. Di saat itu biasanya pemilihan konsul
diadakan, karena semua aktivitas umumnya diliburkan. Di bulan Februari, konsul
yang terpilih dapat diberkati dalam upacara menyambut musim semi yang artinya
menyambut hal yang baru. Sejak saat itu, tahun baru orang Romawi tidak lagi
dirayakan pada 1 Maret, tapi pada 1 Januari.
Orang Romawi merayakan tahun baru dengan cara saling memberikan hadiah
potongan dahan pohon suci. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau
koin lapis emas dengan gambar Dewa Janus. Mereka juga mempersembahkan hadiah
kepada Kaisar.
Saat ini, tahun baru 1 Januari telah dijadikan sebagai salah satu hari
suci umat Kristiani. Namun kenyataannya, tahun baru telah lama menjadi tradisi
sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur umum nasional untuk semua warga
dunia.
Pada mulanya perayaan ini dirayakan oleh orang yahudi yang dihitung
sejak bulan baru pada akhir September. Selanjutnya menurut Kalender Julianus,
tahun Romawi dimulai pada tanggal 1 Maret. Paus Gregorius XIII mengubahnya
menjadi 1 Januari pada tahun 1582 dan hingga kini seluruh dunia merayakannya
pada tanggal tersebut.
Bagi orang Kristiani yang mayoritas menghuni benua Eropa, tahun baru
masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih, sehingga
agama Kristen sering disebut agama Masehi. Masa sebelum Yesus lahir disebut
tahun Sebelum Masehi (SM) dan sesudah Yesus lahir disebut tahun Masehi.
Beberapa Alasan Umat Islam
Dilarang Merayakan Tahun Baru Masehi
Fakta diatas menyimpulkan bahwa perayaan tahun baru sama sekali tidak
berasal dari budaya umat Islam. Pesta tahun baru pertama kali dirayakan orang
kafir, yang notabene masyarakat paganis Romawi. Acara ini terus dirayakan oleh
masyarakat modern dewasa ini, kebanyakan dari mereka tidak mengetahui bahwa
ritual pagan adalah latar belakang diadakannya acara ini. Mereka
menyemarakkannya dengan berbagai macam permainan, menikmati indahnya langit
dengan semarak cahaya kembang api dsb. Turut merayakan tahun baru statusnya
sama dengan merayakan hari raya orang kafir. Dan ini hukumnya terlarang.
Diantara alasan pernyataan ini adalah:
1. Turut
merayakan tahun baru sama dengan meniru kebiasaan mereka. Nabi SAW melarang
kita untuk meniru kebiasaan orang jelek, termasuk orang kafir. Beliau bersabda:
Siapa yang meniru kebiasaan satu kaum, maka
dia termasuk bagian dari kaum tersebut.
(HR. Abu Daud).
Abdullah bin Amr
bin Ash mengatakan, “Siapa yang tinggal
di negeri kafir, ikut merayakan Nairuz dan Mihrajan (hari raya orang Majusi),
dan meniru kebiasaan mereka, maka sampai mati dia menjadi orang yang rugi pada
hari kiamat.”
2. Mengikuti
hari raya mereka termasuk bentuk loyalitas dan menampakkan rasa cinta kepada
mereka. Padahal Allah melarang kita untuk menjadikan mereka sebagai teman setia
dan menampakkan cinta kasih kepada mereka. Allah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan
kepada mereka (rahasia) karena rasa kasih sayang, padahal sesungguhnya mereka
lebih ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu... (QS. Al-Mumtahanah : 1).
3. Hari
raya merupakan bagian dari agama dan doktrin keyakinan, bukan semata perkara
dunia dan hiburan. Ketika Nabi SAW datang di kota Madinah, penduduk kota
tersebut merayakan dua hari raya, Nairuz dan Mihrajan. Beliau pernah bersabda
di hadapan penduduk Madinah,
Saya mendatangi
kalian dan kalian memiliki dua hari raya yang kalian jadikan sebagai waktu
untuk bermain. Padahal Allah telah menggantikan dua hari raya terbaik untuk
kalian, Idul Fitri dan Idul Adha. (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Nasa’i).
Perayaan Nairuz
dan Mihrajan yang dirayakan penduduk Madinah isinya hanya bermain-main dan
makan-makan. Sama sekali tak ada unsur ritual sebagaimana yang dilakukan orang
Majusi, yang memprakarsai dua perayaan ini. Namun mengingat dua hari tersebut
adalah perayaan orang kafir, Nabi SAW melarangnya. Sebagai gantinya, Allah
berikan dua hari raya terbaik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.
Dengan demikian,
turut bergembira dengan perayaan orang kafir, meskipun hanya bermain-main,
tanpa mengikuti ritual keagamaannya, termasuk perbuatan yang telarang, karena
termasuk turut mensukseskan acara mereka.
4. Allah
berfirman menceritakan keadaan ‘ibadur
rahman (hamba Allah yang pilihan) sebagai berikut:
Dan orang-orang
yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan
(orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah, mereka
lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (QS. Al-Furqan : 72).
Dalam ayat
tersebut terdapat kata al-Zur (perbuatan-perbuatan
yang tidak berfaidah). Menurut ulama tafsir, maksudnya adalah
perayaan-perayaan orang kafir (Ibn Katsir, 6/130). Jelas dari ayat ini Allah
melarang kaum muslimin menghadiri perayaan kaum musyrikin.
5. Hadits
shahih Bukhari dan Muslim berikut ini, Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
Sesungguhnya
bagi kaum (agama) ada perayaannya dan hari ini (Idul Adha) adalah perayaan
kita.
Ibnu Hajar
al-Asqalani menjelaskan maksud hadits tersebut bahwa dilarang melahirkan rasa
gembira pada perayaan kaum musyrikin dan meniru mereka (dalam perayaan).
(Fathul Bari, 3/371).
6. Perayaan
tahun baru identik dengan terompet. Bahkan meniup terompet dianggap sebagai
perayaan yang paling sederhana menyambut tahun baru. Selain harganya murah,
juga mudah dilakukan. Tapi tahukah kita bahwa meniup terompet adalah kebiasaan
Yahudi, sehingga ketika ada sahabat mengusulkan meniup terompet sebagai tanda
masuknya shalat, Rasulullah SAW bersabda,
Membunyikan
terompet adalah perilaku orang-orang Yahudi. (HR. Abu Daud).
7. Merayakan
tahun baru, khususnya dengan acara musik dan pesta kembang api serta acara
sejenisnya pasti membutuhkan dana yang tidak sedikit. Hal ini termasuk bentuk
pemborosan yang dibenci Allah. Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya
Allah membenci tiga hal pada kalian; kabar burung, membuang-buang harta, dan
banyak bertanya. (HR. Bukhari).
8. Salah
satu bentuk perayaan tahun baru yang paling umum adalah menunggu detik-detik
pergantian tahun, yakni tepat pukul 00:00. Dengan demikian, orang-orang yang
merayakan tahun baru senantiasa begadang hingga dini hari. Begadang yang tidak
memiliki kemaslahatan merupakan salah satu hal yang dibenci Rasulullah. Jika
tidak ada keperluan penting, Rasulullah biasa tidur di awal malam.
Nabi SAW
membenci tidur sebelum Isya’ dan ngobrol setelah Isya’. (HR. Bukhari).
9. Sering
kali, karena begadang sepanjang malam dan baru tidur menjelang fajar, orang
yang merayakan tahun baru meninggalkan shalat Subuh. Bahkan terkadang shalat Isya’
juga tidak dihiraukan karena acara perayaan sudah dimulai sejak petang.
Meninggalkan shalat adalah salah satu dosa besar, bahkan bisa menjerumuskan
seseorang kedalam kekufuran.
10. Merayakan
tahun baru dengan berbagai bentuk aktivitasnya, apalagi hura-hura adalah
termasuk menyia-nyiakan waktu. Padahal dalam Islam, waktu sangatlah berharga
sehingga Allah bersumpah demi waktu. Dan di akhirat nanti, seseorang juga tidak
bisa beranjak dari tempatnya hingga ditanya waktunya untuk apa dihabiskan. Imam
Syafi’i membuat kesimpulan yang sangat tepat terkait dengan waktu: “Jka dirimu
tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan
hal-hal yang sia-sia (batil).”
11. Perayaan
tahun baru umumnya tidak memisahkan antara laki-laki dan perempuan yang bukan
mahram. Sehingga terjadilah ikhtilath yang luar biasa. Bersentuhan lawan jenis
menjadi tidak terelakkan, bahkan memang disengaja.
Ditusuknya
kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada
menyentuh wanita yang bukan mahramnya. (HR. Thabrani).
12. Perayaan
tahun baru dengan musik dan acara sejenis, kadang juga disertai dengan hal yang
jelas-jelas haram, seperti minuman keras. Jika ini yang dilakukan tentu dosanya
semakin banyak.
13. Termasuk
hal yang paling parah dalam perayaan tahun baru adalah terjerumus zina. Ini
bukan kekhawatiran semata, karena faktanya banyak berita yang melaporkan
pembelian kondom meningkat menjelang tahun baru dan paginya di tanggal 1
Januari ditemukan banyak kondom bekas di lokasi perayaan tahun baru. Ada yang
berzina karena memang sudah direncanakan dari awal. Namun ada juga perempuan
yang terjerumus ke dalam zina saat perayaan tahun baru karena dimulai dari
ikhtilath dan mengkonsumsi minuman keras hingga mabuk.
14. Topi
tahun baru yang berbentuk kerucut ternyata adalah topi dengan bentuk yang
disebut Sanbenito, yakni topi yang digunakan Muslim Andalusia untuk menandai
bahwa mereka sudah murtad dibawah penindasan Gereja Katholik Roma yang
menerapkan inkuisisi Spanyol. Kini, 6 abad setelah peristiwa yang sangat sadis
tersebut berlalu, para remaja muslim, anak-anak muslim justru memakai topi
Sanbenito untuk merayakan tahun baru masehi dan merayakan ulang tahun. Sungguh
ironis.
Sumber : lampuislam.org, atjehcyber.net,
voa-islam.com dan berbagai sumber