Sabtu, 28 November 2015

Integritas

  Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Tentunya bukan harta yang seharusnya kamu cemaskan ketika meninggal dunia, tetapi nama baik. Teori “Begin with the End Mind” yang dicetuskan Stephen R. Covey (Alm.) pada dasarnya mengajak kita semua untuk bertanya, “Apa yang kita inginkan agar orang lain tetap mengingat kita setelah meninggal dunia?”
  Dengan kata lain, kamu harus tahu hal yang kamu inginkan. Kalau kamu sudah tahu keinginanmu, semua perilaku dan tindakanmu akan mengupayakan keinginan itu untuk terwujud. Kalau kamu ingin dikenang sebagai orang yang dermawan, dari sekarang cobalah untuk selalu memberikan donasi kepada mereka yang membutuhkan. Kalau kamu ingin dikenang sebagai orang yang ramah, dari sekarang kamu harus ramah kepada siapapun.
  Pada umumnya, yang kamu inginkan adalah hal-hal baik. Oleh sebab itu, dalam melakukan segala tindakan untuk mencapai keinginan tersebut, kamu harus memiliki integritas. Artinya, kamu akan melakukan segala sesuatunya dengan jujur dan secara konsisten.
  Untuk sukses di pekerjaan, kamu harus menyadari bahwa selain uang yang diincar, ada hal penting lainnya yaitu menjaga nama baik, image, dan reputasi. Uang mungkin merupakan motivasi utama kamu dalam bekerja saat ini, tetapi sejalan dengan waktu, saya harap uang bukanlah prioritas utama dalam tujuan hidupmu. Uang datang dan pergi, tetapi jangan biarkan nama baikmu datang dan pergi.
  Ada banyak cara untuk menjaga supaya nama baikmu akan selalu dipandang positif oleh orang lain. Hal yang perlu kamu lakukan setiap hari adalah memperlihatkan dirimu sesungguhnya. Efeknya? Tanpa disadari, kamu “mendikte” orang-orang di sekitarmu untuk berpersepsi atas dirimu sesuai dengan yang kamu inginkan. Dengan demikian, image yang terbentuk atas diri kamu adalah image yang kamu inginkan.
  Tidak bergosip adalah salah satu cara yang paling mudah untuk menjaga integritas. Jika kamu membicarakan seseorang di belakangnya, kemungkinan besar kamu juga akan membicarakan orang yang kamu ajak bicara tadi di belakangnya. Disanalah integritas kamu akan diukur.
  Cara lain untuk menjaga integritas adalah dengan mengucapkan hal yang kamu yakini. Jangan katakan hal yang sudah kamu yakini salah, atau yang bertolak belakang dengan hati nuranimu. Itu tidak hanya berlaku untuk ucapan, tetapi juga untuk perilaku. Pastikan bahwa hal yang kamu lakukan akan selalu sejalan dengan hal yang kamu katakan dan yang kamu yakini benar.
  Integritas tidak dapat dipisahkan dengan kejujuran. Jadi, jika kamu melakukan pekerjaan dengan tidak jujur, artinya kamu tidak memiliki integritas yang baik. Dunia semakin modern, norma klasik kejujuran sering kali dilupakan oleh kita semua. Padahal, kalau kita mau jujur terhadap diri sendiri, kejujuran sangatlah penting di dalam pekerjaan. Di dunia kerja, tingkat kejujuran seseorang berjalan seiring dengan tingkat profesionalisme orang tersebut. Hal itu mendorongmu untuk “naik ke atas” dan akhirnya menikmati arti kesuksesan yang sesungguhnya.
  Jujurlah terhadap diri kamu sendiri! Tidak gampang untuk menjadi seseorang yang memiliki integritas tinggi. Mulailah dari hal-hal kecil dan jadikanlah being honest sebagai kebiasaan kamu sehari-hari.


Sumber : Young On Top / Karya: Billy Boen

Jumat, 27 November 2015

Hidup Untuk Banyak Orang

  Ada begitu banyak manusia di muka bumi. Namun berapa jumlah nama yang dikenang oleh sejarah? Sangat sedikit. Kebanyakan harus rela menjadi bagian dari manusia rata-rata, yang ketika hidup dikenal oleh sedikit orang, dan ketika meninggal, namanya hanya tercatat di nisan kuburnya. Hanya sebatas itu saja namanya diabadikan. Setelah beberapa hari usai pemakamannya, tidak ada lagi orang yang mengenangnya. Tidak ada lagi yang menikmati manfaat dari kehidupannya. Tidak ada yang menyesali kepergiannya. Bahkan tidak ada lagi yang merasa bahwa ia pernah ada di muka bumi.
  Lalu apa yang membedakan antara orang yang namanya abadi dengan manusia rata-rata yang namanya tak lebih dari tulisan di nisan?
  Mereka memiliki satu perbedaan yang mencolok. Ketika ada begitu banyak orang yang memilih hidup hanya untuk menyejahterakan diri sendiri, orang-orang besar justru memilih hidup bukan untuk dirinya sendiri. Kebanyakan dari mereka adalah orang yang bekerja selama hidupnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran orang-orang di sekitarnya.
  Mereka tak pernah puas sebelum mereka mampu membawa perubahan bagi lingkungannya ke arah kebaikan. Mereka hidup untuk menyejahterakan, membawa kebahagiaan, mencerahkan, dan membawa perubahan dalam lingkungannya. Semakin besar lingkup perubahan dan kesejahteraan yang ia ciptakan, semakin luas pula lingkup manusia yang mengenang namanya.
  Sedangkan manusia rata-rata memilih hidup dalam keterkungkungan mimpi. Impiannya terbatas pada kesejateraan diri. Mudah sekali kita jumpai manusia seperti ini.
  Kemudian silakan baca biografi orang-orang besar dalam sejarah. Mereka yang dikenang hingga kini adalah para manusia yang punya kontribusi lebih dalam hidupnya. Lingkup kebahagiaan yang diciptakan olehnya jauh lebih luas ketimbang yang diciptakan oleh manusia rata-rata.
  Mereka terkadang rela mengorbankan kesenangan pribadi demi memperjuangkan kesenangan lebih banyak orang. Kehidupan para pahlawan sangat jauh dari kenyamanan pribadi. Mereka mengorbankan kebahagiaan sesaat demi meraih kebahagiaan hakiki. Dan kebahagiaan hakiki baru bisa mereka nikmati ketika mereka bisa memberi manfaat bagi sesama.
  Sayyid Qutb mengingatkan, “Orang yang hidup bagi dirinya sendiri akan hidup sebagai orang kerdil dan mati sebagai orang kerdil. Akan tetapi, orang yang hidup bagi orang lain akan hidup sebagai orang besar dan mati sebagai orang besar.”
  Agak susah mencari kisah orang sukses yang bisa meraih tangga kesuksesan dalam hidup tanpa memberi kontribusi dan pelayanan kepada sesama. Hampir semua sadar bahwa hanya dengan memberi pelayanan terbaik kepada orang lain, manusia bisa meningkatkan keberhasilannya. Baik dalam bisnis, akademis, birokrasi, atau sebagai seorang profesional.
  Kebanyakan orang yang memilih hidup untuk melayani banyak orang, cenderung punya kehidupan yang berkualitas. Lihatlah para pengusaha yang dengan usahanya mereka mampu membuka lapangan pekerjaan dan menghidupi banyak orang. Lihat juga para motivator yang tidak kenal lelah memberikan semangat kepada orang lain untuk terus bangkit dan meraih haknya menjadi sukses. Lihat para karyawan yang benar-benar mengabdikan dirinya untuk membesarkan tempatnya bekerja. Mereka semua bisa meraih tangga kesuksesan karena mereka fokus memberi kontribusi. Tidak hanya terlalu mementingkan kesenangan pribadi.


Sumber : Man Shabara Zhafira / Karya: Ahmad Rifa’i Rif’an


Kamis, 26 November 2015

Biarkan Masa Depan Datang Sendiri

Telah pasti datangnya ketetapan Allah, maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang)nya. (QS. An-Nahl : 1)

  Jangan pernah mendahului sesuatu yang belum terjadi! Apakah anda mau mengeluarkan kandungan sebelum waktunya dilahirkan, atau memetik buah-buahan sebelum masak? Hari esok adalah sesuatu yang belum nyata dan dapat diraba, belum berwujud, serta tidak memiliki rasa dan warna. Jika demikian, mengapa kita harus menyibukkan diri dengan hari esok, mencemaskan kesialan-kesialan yang mungkin akan terjadi padanya, memikirkan kejadian-kejadian yang akan menimpanya, dan meramalkan bencana-bencana yang bakal ada didalamnya? Bukankah kita juga tidak tahu apakah kita akan bertemu dengannya atau tidak, dan apakah hari esok kita itu akan berwujud kesenangan atau kesedihan?
  Yang jelas, hari esok masih ada dalam alam gaib dan belum turun ke bumi. Maka, tidak sepantasnya kita menyeberangi sebuah jembatan sebelum sampai di atasnya.  Sebab, siapa yang tahu bahwa kita akan sampai atau tidak pada jembatan itu. Bisa jadi kita akan terhenti sebelum sampai di jembatan itu, atau mungkin pula jembatan itu hanyut terbawa arus terlebih dahulu sebelum kita sampai di atasnya. Dan bisa jadi pula kita akan sampai pada jembatan itu dan kemudian menyeberanginya.
  Dalam syariat, memberi kesempatan pada pikiran untuk memikirkan masa depan dan membuka-buka alam gaib, dan kemudian terhanyut dalam kecemasan-kecemasan yang baru diduga darinya, adalah sesuatu yang tidak dibenarkan. Pasalnya, hal itu termasuk thulul amal (angan-angan yang terlalu jauh). Secara nalar, tindakan itupun tak masuk akal, karena sama halnya dengan berusaha perang melawan bayang-bayang. Namun ironis, kebanyakan manusia di dunia ini justru banyak yang termakan oleh ramalan-ramalan tentang kelaparan, kemiskinan, wabah penyakit dan krisis ekonomi yang kabarnya akan menimpa mereka. Padahal, semua itu hanyalah bagian dari kurikulum yang diajarkan di 'sekolah-sekolah syetan'.

Syetan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. (QS. Al-Baqarah : 268)

  Mereka yang menangis sedih menatap masa depan adalah yang menyangka diri mereka akan hidup kelaparan, menderita sakit selama setahun, dan memperkirakan umur dunia tinggal seratus tahun lagi. Padahal, orang yang sadar bahwa usia hidupnya berada di 'genggaman yang lain' tentu tidak akan menggadaikannya untuk sesuatu yang tidak ada. Dan orang yang tidak tahu kapan akan mati, tentu salah besar bila justru menyibukkan diri dengan sesuatu yang belum ada dan tak berwujud.
  Biarkan hari esok datang dengan sendirinya. Jangan pernah menanyakan kabar beritanya, dan jangan pula pernah menanti serangan petakanya. Sebab, hari ini anda sudah sangat sibuk.
  Jika anda heran, maka lebih mengherankan lagi orang-orang yang berani menebus kesedihan suatu masa yang belum tentu matahari terbit didalamnya dengan bersedih pada hari ini. Oleh karena itu, hindarilah angan-angan yang berlebihan. 

Sumber : La Tahzan / Karya: Dr. 'Aidh al-Qarni

Rabu, 25 November 2015

Hari Ini Milik Anda

  Jika anda berada di pagi hari, janganlah menunggu sore tiba. Hari inilah yang akan anda jalani, bukan hari kemarin yang telah berlalu dengan segala kebaikan dan keburukannya, juga bukan hari esok yang belum tentu datang. Hari yang saat ini mataharinya menyinari anda dan siangnya menyapa anda, inilah hari anda.
  Umur anda mungkin tinggal hari ini. Maka, anggaplah masa hidup anda hanya hari ini, atau seakan-akan anda dilahirkan hari ini dan akan mati hari ini juga. Dengan begitu, hidup anda tak akan tercabik-cabik diantara gumpalan keresahan, kesedihan dan duka masa lalu dengan bayangan masa depan yang penuh dengan ketidakpastian dan seringkali menakutkan.
  Pada hari ini pula sebaiknya anda mencurahkan seluruh perhatian, kepedulian dan kerja keras. Dan pada hari inilah anda harus bertekad mempersebahkan kualitas shalat yang paling khusyu', bacaan al-Qur'an yang penuh tadabbur, dzikir dengan sepenuh hati, keseimbangan dalam segala hal, keindahan dalam akhlak, kerelaan dengan semua yang Allah berikan, perhatian terhadap keadaan sekitar, perhatian terhadap kesehatan jiwa dan raga, serta perbuatan baik terhadap sesama.
  Pada hari dimana anda hidup saat inilah sebaiknya anda membagi waktu anda dengan bijak. Jadikanlah setiap menitnya laksana ribuan tahun dan setiap detiknya laksana ratusan bulan. Tanamlah kebaikan sebanyak-banyaknya pada hari itu. Dan, persembahkanlah sesuatu yang paling indah untuk hari itu. Ber-istigfar-lah untuk semua dosa, ingatlah selalu kepada-Nya, bersiap-siaplah untuk sebuah perjalanan menuju alam keabadian, dan nikmatilah hari ini dengan segala kesenangan dan kebahagiaan! Terimalah rezeki, istri, suami, anak-anak, tugas-tugas, rumah, ilmu, dan jabatan anda setiap hari dengan penuh keridhaan.
  
Maka berpegangteguhlah dengan apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang yang bersyukur. (QS. Al-A'raf : 144)

  Hiduplah hari ini tanpa kesedihan, kegalauan, kemarahan, kedengkian dan kebencian.
  Jangan lupa, hendaklah anda goreskan pada dinding hati anda satu kalimat: Harimu adalah hari ini. Yakni bila hari ini anda dapat memakan nasi hangat yang harum baunya, maka apakah nasi basi yang telah anda makan kemarin atau nasi hangat esok hari (yang belum tentu ada) itu akan merugikan anda? Jika anda dapat meminum air jernih dan segar hari ini, maka mengapa anda harus bersedih atas air asin yang anda minum kemarin, atau mengkhawatirkan air hambar dan panas esok hari yang belum tentu terjadi?
  Jika anda percaya pada diri sendiri, serta memiliki semangat dan tekad yang kuat, anda dapat menundukkan diri untuk berpegang pada prinsip: Aku hanya akan hidup hari ini. Prinsip inilah yang akan menyibukkan diri anda setiap detik untuk memperbaiki keadaan, mengembangkan semua potensi, dan mensucikan setiap amalan.
  Dan itu akan membuat anda berkata dalam hati, "Hanya hari ini aku berkesempatan untuk mengatakan yang baik-baik saja. Tak berucap kotor dan jorok yang menjijikkan, tidak akan pernah mencela, menghardik dan membicarakan kejelekan orang lain. Hanya hari ini aku berkesempatan menertibkan rumah dan kantor agar tidak semrawut dan berantakan. Dan karena hanya hari ini saja aku akan hidup, maka aku akan memperhatikan kebersihan tubuhku, kerapian penampilanku, kebaikan tutur kata dan tindak tandukku." 
  Karena hanya akan hidup hari ini saja, maka aku akan berusaha sekuat tenaga untuk taat kepada Rabb, mengerjakan shalat sesempurna mungkin, membekali diri dengan shalat-shalat sunnah nafilah, berpegang teguh pada al-Qur'an, serta mengkaji dan mencatat semua yang bermanfaat.
  Aku hanya akan hidup hari ini, karenanya aku akan menanam dalam hatiku semua nilai keutamaan dan mencabut darinya pohon-pohon kejahatan berikut dengan ranting-rantingnya yang berduri, baik sifat takabur, ujub, riya', dan buruk sangka.
  Hanya hari ini aku akan dapat menghirup udara kehidupan, maka aku akan berbuat baik kepada orang lain dan mengulurkan tangan kepada siapapun. Aku akan menjenguk mereka yang sakit, mengantarkan jenazah, menunjukkan jalan yang benar bagi yang tersesat, memberi makan orang kelaparan, menolong orang yang sedang kesulitan, membantu orang yang didzalimi, meringankan penderitaan orang yang lemah, mengasihi mereka yang menderita, menghormati orang-orang alim, menyayangi anak kecil, dan berbakti kepada orang tua.
  Aku hanya akan hidup hari ini, maka aku akan mengucapkan, "Wahai masa lalu yang telah berlalu dan selesai, tenggelamlah seperti mataharimu. Aku takkan pernah menangisi kepergianmu, dan kamu takkan pernah melihatku termenung sedetikpun untuk mengingatmu. Kamu telah meninggalkan kami semua, pergi dan tak pernah kembali lagi."
  "Wahai masa depan, engkau masih dalam kegaiban. Maka aku takkan pernah bermain dengan khayalan dan menjual diri hanya untuk sebuah dugaan. Akupun tak bakal memburu sesuatu yang belum tentu ada, karena esok hari mungkin tak ada sesuatu. Esok hari adalah sesuatu yang belum diciptakan dan tidak ada satupun darinya yang dapat disebutkan."

Sumber : La Tahzan / Karya: Dr. 'Aidh al-Qarni
  

  
  

Selasa, 24 November 2015

Yang Lalu Biarlah Berlalu

  Mengingat dan mengenang masa lalu, kemudian bersedih atas nestapa dan kegagalan didalamnya merupakan tindakan bodoh dan gila. Itu sama artinya dengan membunuh semangat, memupuskan tekad dan mengubur masa depan yang belum terjadi.
  Bagi orang yang berpikir, berkas-berkas masa lalu akan dilipat dan tak pernah dilihat kembali. Cukup ditutup rapat-rapat, lalu disimpan dalam ruang penglupaan, diikat dengan tali yang kuat dalam penjara pengacuhan selamanya. Atau, diletakkan dalam ruang gelap yang tak tertembus cahaya. Yang demikian, karena masa lalu telah berlalu dan habis. Kesedihan takkan mampu mengembalikannya lagi, keresahan takkan sanggup memperbaikinya kembali, kegundahan takkan mampu merubahnya menjadi terang, dan kegalauan takkan dapat menghidupkannya kembali, karena ia memang sudah tidak ada.
  Jangan pernah hidup dalam mimpi buruk masa lalu, atau dibawah payung gelap masa silam. Selamatkan diri anda dari bayangan masa lalu! Apakah anda ingin mengembalikan air sungai ke hulu, matahari ke tempatnya terbit, seorok bayi ke perut ibunya, air susu ke payudara sang ibu, dan air mata ke dalam kelopak mata? Ingatlah, keterikatan anda dengan masa lalu, keresahan anda atas apa yang terjadi padanya, keterbakaran emosi jiwa anda oleh api panasnya, dan kedekatan anda pada pintunya, adalah kondisi yang sangat naif, ironis, memprihatinkan, sekaligus menakutkan.
  Membaca kembali lembaran masa lalu hanya akan memupuskan masa depan, mengendurkan semangat, dan menyia-nyiakan waktu yang sangat berharga. Dalam al-Qur'an, setiap usai menerangkan kondisi suatu kaum dan apa saja yang telah mereka lakukan, Allah selalu mengatakan, "Itu adalah umat yang telah lalu." Begitulah, ketika suatu perkara habis, maka selesai pula urusannya. Dan tak ada gunanya lagi mengurai kembali bangkai zaman dan memutar kembali roda sejarah.
  Orang yang berusaha kembali ke masa lalu, adalah tak ubahnya orang yang menumbuk tepung, atau orang yang menggergaji serbuk kayu.
  Nenek moyang kita dulu selalu mengingatkan orang yang meratapi masa lalunya demikian: "Janganlah engkau mengeluarkan mayat-mayat itu dari kuburnya." Dan konon, kata orang yang mengerti bahasa binatang, sekawanan binatang sering bertanya kepada sekawanan keledai begini, "Mengapa  engkau tidak menarik gerobak?"
  "Aku benci khayalan," Jawab keledai.
  Adalah bencana besar manakala kita rela mengabaikan masa depan dan justru hanya disibukkan oleh masa lalu. Itu sama halnya dengan kita mengabaikan istana-istana yang indah dengan sibuk meratapi puing-puing yang telah lapuk. Padahal, betapapun seluruh manusia dan jin bersatu untuk mengembalikan semua hal yang telah berlalu, niscaya mereka tidak akan pernah mampu. Sebab yang demikian itu sudah mustahil pada asalnya. 
  Orang yang berpikiran jernih tidak akan pernah melihat dan sedikitpun menoleh ke belakang. Pasalnya, angin akan selalu berhembus ke depan, air akan mengalir ke depan, setiap kafilah akan berjalan ke depan, dan segala sesuatu bergerak maju ke depan. Maka itu, janganlah pernah melawan sunah kehidupan!

Sumber : La Tahzan / Karya: Dr. 'Aidh al-Qarni