Waktu Shalat Maghrib
Dari sejak matahari terbenam
sampai terbenamnya teja (syafaq) merah.
Sesuai dengan hadits Abdullah bin Amr RA:
Dan waktu shalat Maghrib adalah
selama syafaq hilang. (HR. Muslim).
Tapi yang lebih baik adalah
shalat di awal waktu. Hal itu didasarkan pada hadits Jabir RA, tentang Jibril
yang mengimami Nabi SAW, dimana Jibril pernah mendatangi beliau pada waktu
Maghrib seraya berkata:
“Berdiri dan kerjakan shalat
Maghrib.” Beliau pun mengerjakan shalat Maghrib ketika matahari terbenam.
Kemudian Jibril mendatangi beliau lagi pada hari kedua pada waktu Maghrib masih
berlangsung. (HR. Ahmad, Turmudzi, dan Nasa’i).
Juga hadits Rafi’ bin Khudaij,
dia bercerita:
Kami pernah mengerjakan shalat
Maghrib bersama Nabi SAW lalu salah seorang diantara kami berbalik.
Sesungguhnya dia masih bisa melihat tempat jatuhnya anak panahnya. (Muttafaqun
‘alaih).
Saya mendengar Abdul Aziz bin
Abdullah bin Baaz berbicara tentang hadits ini, dia mengatakan, “Hadits ini
menunjukkan bahwa bersegera mengerjakan shalat Maghrib merupakan sunat yang
sudah pasti. Namun demikian, hal itu tidak menunjukkan bahwa waktu shalat
Maghrib adalah satu waktu, tapi akhir waktu shalat Maghrib adalah terbenamnya syafaq merah.”
Yang sunat dikerjakan adalah
mengerjakan shalat dua rakaat setelah adzan dikumandangkan, baru kemudian
mengerjakan shalat Maghrib. Hal itu sesuai dengan hadits Abdullah bin Mughaffal
al-Muzanniy RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda:
“Kerjakanlah shalat sebelum
shalat Maghrib.” Dan pada ketiga kalinya beliau bersabda, “Bagi yang
menghendaki.” Hal itu karena beliau khawatir orang-orang akan menganggapnya
sebagai sunat. (HR. Bukhari).
Atau khawatir orang-orang akan
menganggapnya sebagai suatu yang wajib lagi biasa dijalankan serta tidak pernah
ditinggalkan.
Dalam riwayat lain disebutkan:
Nabi SAW pernah mengerjakan shalat dua rakaat sebelum shalat Maghrib. (HR. Ibnu
Hibban).
Dalam hadits Anas RA, disebutkan:
Pada masa Rasulullah SAW kami
pernah mengerjakan shalat dua rakaat setelah matahari terbenam dan sebelum
shalat Maghrib. (HR. Muslim).
Anas RA juga bercerita:
Kami pernah berada di Madinah,
tiba-tiba mu’adzin mengumandangkan adzan shalat Maghrib, lalu para sahabat
bergegas mendatangi pilar-pilar masjid lalu mereka mengerjakan shalat dua
rakaat, sampai-sampai ada seorang asing masuk masjid dan mengira bahwa shalat
Maghrib sudah selesai dikerjakan karena banyaknya orang yang mengerjakan shalat
sunat dua rakaat tersebut. (Muttafaqun ‘alaih).
Hal ini menunjukkan bahwa shalat
sunat ini telah ditegaskan melalui lisan, perbuatan, sekaligus putusan. Hadit-hadits di atas menunjukkan
bahwa yang sunat dikerjakan adalah segera mengerjakan shalat Maghrib setelah
mengerjakan dua rakaat shalat sunat, setelah adzan dikumandangkan. Dan waktu
antara adzan dan iqamah itu sangat sebentar sekali.
Bersambug...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar