dari : jadwalsholat.org
Firman Allah :
Maka dirikanlah shalat
itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya kewajiban yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman. (QS.
An-Nisaa’ : 78).
Maksudnya, wajib
dalam waktu-wakru yang telah ditentukan.
Juga firman Allah :
Dirikanlah shalat dari
sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat)
subuh. Sesungguhnya shalat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (QS. Al-Israa’ : 78).
Di dalam ayat ini
disebutkan 5 waktu shalat. Yaitu firman Allah SWT, “Dari tergelincirnya matahari,” yang berarti condongnya matahari
dari posisi tengah langit ke sebelah barat. Dan itulah awal masuknya waktu
shalat Zhuhur. Termasuk di dalamnya juga waktu Ashar. Sedangkan firman-Nya, “Sampai gelap malam,” yakni permulaan
gelap malam. Ada yang menyatakan, yaitu tenggelamnya matahari. Darinya
ditetapkan sebagai masuknya waktu shalat Maghrib dan Isya’. Fiman-Nya “Qur’anal Fajri,” berarti shalat Shubuh.
Di dalam ayat tersebut terdapat isyarat global yang menunjukkan waktu-waktu
shalat lima waktu.
Waktu shalat lima waktu bisa diuraikan sebagai berikut :
Waktu Shalat Zhuhur
Dari tergelincirnya
matahari sampai saat bayangan segala sesuatu sama. Yang demikian itu sesuai
dengan hadits Abdullah bin Amr, Nabi SAW bersabda :
Waktu shalat Zhuhur
adalah jika matahari tergelincir, dan bayangan seseorang sama dengan
panjangnya, selama belum datang waktu Ashar. (HR. Muslim).
Juga hadits Jabir, tentang Jibril yang mengimami Nabi SAW
dalam shalat lima waktu selama dua hari. Jibril mendatangi beliau pada hari
pertama seraya berucap :
“Bangun dan kerjakan shalat Zhuhur.” Lalu beliau mengerjakan
shalat Zhuhur pada saat bayangan matahari tergelincir. Kemudian keesokan
harinya Jibril datang lagi untuk mengerjakan shalat Zhuhur seraya berucap,
“Bangun dan kerjakan shalat Zhuhur.” Beliau pun mengerjakan shalat Zhuhur
ketika bayangan segala sesuatu sama sepertinya. Kemudian Jibril berkata kepada
beliau pada hari kedua, “Antara kedua shalat tersebut terdapat satu waktu.”
(HR. Ahmad, Turmudzi, Nasa’i, ad-Daruquthni, dan al-Hakim).
Disunatkan menunggu dingin untuk mengerjakan shalat pada
saat matahari terik, tapi tidak boleh keluar dari waktunya. Hal itu didasarkan
pada hadits Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW beliau bersabda:
Jika panas sangat terik maka shalatlah pada saat panas sudah
reda, karena teriknya panas merupakan bagian dari muntahan Jahannam.
(Muttafaqun ‘alaih).
Saya pernah mendengar Imam Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz
mengatakan, “Yang disunatkan adalah mengakhirkan shalat Zhuhur pada saat udara
sangat panas, baik ketika dalam perjalanan maupun tidak, tapi jika orang-orang
membiasakan diri untuk menyegerakan shalat karena adanya kesulitan bagi mereka,
hal itu akan terasa ringan, karena mengakhirkan shalat hanya akan memberatkan
mereka.
Sedang pada saat udara tidak panas, yang paling baik adalah
mengerjakan shalat di awal waktu. Hal itu sesuai hadits Abdullah bin Mas’ud RA,
dia bercerita:
Aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Amal apakah yang
paling baik?” Beliau menjawab, “Shalat di awal waktunya.”
Saya pernah mendengar Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz
berkata, “Maksudnya, di awal waktu shalat setelah waktu shalat masuk. Tapi jika
anda shalat pada saat waktu shalat tengah berlangsung atau di akhir waktu
shalat, maka tidak ada dosa dalam hal itu. Nabi sendiri biasa mengerjakan
shalat di awal waktu, dan terus berusaha memeliharanya, kecuali dalam dua
keadaan:
Pertama, saat mengerjakan shalat Isya’, ketika jamaah
terlambat datang, sehingga mereka semua berkumpul.
Kedua, saat mengerjakan shalat Zhuhur, ketika matahari
sangat terik.
Beliau biasa datang lebih cepat pada saat shalat Maghrib.
Sementara para sahabat biasa mengerjakan shalat dua rakaat sebelumnya. Dan
waktu-waktu shalat lainnya lebih luas daripada shalat Maghrib.
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar